Jakarta, Purna Warta – Ancaman siber tak berhenti untuk terus menerus meretas dan mengganggu keamanan negara, tak terkecuali menyangkut hal Pemilu 2024. Atas dasar itulah pemerintah diharuskan untuk memperkuat kendali atas infrastruktur fisik siber.
Dalam Forum Koordinasi dan Sinkronisasi (FKS) yang bertajuk Koordinasi dan Sinkronisasi Dalam Rangka Meningkatkan Keamanan Siber Guna Menghadapi Pemilu 2024, Badan Intelijen Negara (BIN) mengungkapkan ada empat motif serangan siber, yaitu pengumpulan data, mendapatkan keuntungan, menyerang/ mendiskreditkan pihak tertentu, dan sabotase pelaksanaan pesta demokrasi tersebut.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam kesempatan yang sama menyampaikan berkaca dari pelaksanaan Pemilu 2019, ancaman siber menyasar infrastruktur teknologi informasi berupa jaringan dan sistem teknologi informasi KPU, dan sumber daya manusia yaitu penyelenggara dan peserta pemilu.
Dalam menghadapi Pemilu 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi hal tersebut. Upaya tersebut terdiri dari pengamanan aplikasi dan pengembangan sistem, pengamanan data center dan jaringan, pengamanan pengoperasian, pengamanan fisik, dan audit.
Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi, dan Aparatur (Kominfatur) Kemenko Polhukam Arif Mustofa mengatakan, berbagai infrastruktur dan sistem informasi yang akan digunakan dalam pemilu nantinya memiliki potensi kerawanan terhadap serangan siber.
Oleh sebab itu menurut Arif, infrastruktur dan aplikasi sistem informasi tersebut harus disiapkan secara cermat dan teliti, serta memenuhi standar keamanan yang memadai.
“Perlu upaya konkrit guna mengantisipasi berbagai potensi ancaman insiden siber agar pelaksanaan Pemilu 2024 dapat berjalan dengan aman dan lancar,” ujarnya seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Minggu (10/9/2023).
Sebagai informasi, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat anomali trafik pada periode 1 Januari 2022 sampai 12 Juni 2023 mencapai satu miliar lebih anomali trafik, dengan kategori aktivitas malware hingga 57,33%.
Berdasarkan data tersebut, menandakan bahwa Indonesia masih sangat rawan terhadap serangan siber. Demikian juga pelaksanaan Pemilu 2024 berpotensi meluas menjadi kerawanan keamanan.
Disampaikan Arif, hal itu diharapkan mendorong semua kementerian/lembaga dan stakeholder terkait guna meningkatkan keamanan siber dalam menghadapi Pemilu 2024.
“Sehingga dibutuhkan upaya komprehensif melibatkan berbagai pihak, seperti pihak pemerintah, swasta, akademisi, asosiasi, dan juga masyarakat,” ucapnya.
Di lain sisi, masyarakat juga berkewajiban untuk menjaga data dirinya dengan baik dan untuk menyaring dengan lebih bijaksana informasi yang sampai kepadanya.