Jakarta, Purna Warta – Aturan baru terkait pendidikan kembali diberlakukan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Nadiem mewajibkan mata pelajaran Bahasa Inggris untuk siswa SD dan sederajat.
Sri Lestari selaku dosen Pendidikan Bahasa Inggris UM Surabaya menyebut, pelajaran bahasa Inggris sempat menjadi tarik ulur isu. Pelajaran ini sempat menjadi mata pelajaran pilihan hingga akan dihapuskan pada tahun 2013 dan 2022 lalu.
Menurut Tari, kebijakan mewajibkan mata pelajaran Bahasa Inggris patut diapresiasi. Ia menyoroti bagaimana kebijakan ini akan diterapkan secara bertahap dengan melihat kesiapan masing-masing daerah dan satuan pendidikan.
“Institusi juga mempertimbangkan kualitas guru dengan mengadakan pelatihan bagi SDM yang akan dipersiapkan untuk mengajar bahasa Inggris di masing-masing sekolah,” ujar Tari dalam laman UM Surabaya, dikutip Minggu (7/4/2024).
Ia menegaskan jika bahasa Inggris merupakan salah satu kemampuan yang dibutuhkan di era globalisasi. Menurutnya, semakin banyak penutur suatu bahasa, menguasai bahasa tersebut memiliki keuntungan yang semakin banyak pula.
“Tentu saja, selain itu orang yang fasih dalam berkomunikasi bahasa Inggris memiliki kesempatan untuk mengakses pekerjaan dan pendidikan yang lebih layak,” jelasnya.
Selain itu, belajar bahasa asing memiliki banyak keuntungan. Sri menuturkan jika mempelajari bahasa asing mampu melatih otak.
Selain itu, belajar bahasa asing bermanfaat dalam melatih daya ingat, meningkatkan kreativitas, kemampuan akademik, serta memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih unggul.
“Pada aspek sosial, anak yang memiliki kemampuan bahasa asing akan memiliki pikiran yang lebih terbuka dalam memandang sesuatu dari beragam perspektif. Selain itu, anak juga dinilai dapat lebih empatik,” ujarnya.
Tari juga menyoroti yang menjadi ketakutan adalah pembelajaran bahasa Inggris sejak dini dikhawatirkan dapat menyebabkan hilangnya penguasaan Indonesia/ bahasa Ibu mereka.
“Saya rasa, selama penggunaan bahasa dilakukan berimbang, ketakutan itu tidak akan terjadi. Bahwa anak juga masih perlu untuk terus diajak berkomunikasi dengan bahasa Ibu mereka di samping belajar bahasa asing,” katanya.
Menurutnya, yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana mengelola pembelajaran bahasa Inggris nantinya. Mulai dari kurikulum, bahan ajar, hingga strategi pembelajaran yang ada.
Hal ini karena anak-anak yang dituntut untuk menguasai kemampuan bilingual yang mungkin menghadapi beban akademis tambahan.
Tentu saja program ini nantinya akan dievaluasi secara menyeluruh oleh pemerintah apakah sebaiknya dilanjutkan atau tidak.