Jakarta, Purna Warta – Majelis Tahkim akan dibentuk oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) guna mengatasi konflik di semua tingkat internal pengurus NU. Majelis Tahkim ini secara otomatis dipimpin oleh Rais ‘Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar.
“Rais ‘Aam PBNU adalah Ex Officio Ketua Majelis Tahkim, jadi (Ketua Majelis Tahkim) sudah tidak dicari lagi,” ujar H Faisal Saimima selaku Wakil Sekjen PBNU, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur.
Majelis Tahkim hadir berkat hasil sidang Komisi Organisasi dalam Sidang Pleno Munas Konbes NU 2023. Struktur pengurus Majelis Tahkim NU terdiri dari ketua, yang otomatis dijabat oleh Rais ‘Aam PBNU, dan wakil ketua yang juga merangkap sebagai anggota.
“Majlis Tahkim itu (berfungsi) menyelesaikan perselisihan internal antara pengurus dengan kepengurusan,” jelas Faisal Saimima.
Contohnya, H Faisal Saimima saat ini menjabat sebagai Wakil Sekjen PBNU, jabatan tersebut tiba-tiba dipindahkan tanpa sepengetahuannya. Dalam situasi tersebut, ia berhak mengajukan masalah ini kepada Majelis Tahkim.
“Saya dapat mengajukan ke Majelis Tahkim. Mengapa saya dipindahkan ke ‘seksi konsumsi’ tanpa adanya rapat yang terkait?” katanya.
Faisal juga menjelaskan bahwa argumentasi yang harus diajukan kepada Majelis Tahkim saat ada pergantian pengurus atau PAW (Pengurus Antar Waktu) seharusnya disepakati melalui rapat harian syuriah tanfidziyah PBNU.
Contoh lainnya adalah ketika ada kasus di daerah seperti ini. A adalah seorang pengurus harian partai politik. Kemudian, A mencalonkan diri untuk menjadi Ketua PCNU dan kebetulan terpilih dalam konferensi cabang (Konfercab).
“Lalu dia mengajukan SK ke PBNU dan PBNU SK-kan tapi tidak tahu bahwa dia ini pengurus harian partai,” kata Faisal.
Beberapa waktu setelah itu, calon ketua PCNU yang tidak terpilih datang ke Majelis Tahkim. Dia kemudian melaporkan bahwa ketua PCNU yang sudah mendapatkan Surat Keputusan (SK) itu adalah seorang pengurus harian partai politik.
“Alat buktinya apa? Ternyata si A yang terpilih itu dia punya SK dari partai politik,” imbuhnya.
Majelis Tahkim kemudian melakukan sidang terkait kasus tersebut. Jika terbukti bersalah, ketua terpilih akan dicopot dari jabatannya.
“Bahwa nanti kemudian ada konferensi ulang, itu nanti karena Majelis Tahkim hanya memutuskan perselisihannya, tidak memutuskan teknis konferensinya,” tukas Faisal.
Dengan adanya Majelis Tahkim NU ini, Faisal berharap semua konflik yang muncul di dalam Nahdlatul Ulama dapat diselesaikan secara internal, tanpa harus melibatkan pengadilan.
Itulah langkah yang diambil oleh PBNU untuk mengatasi masalah-masalah internal yang mereka miliki saat ini.