Jakarta, Purna Warta – Meskipun Paus Fransiskus kini diketahui menghadapi berbagai masalah kesehatan dan semakin bergantung pada kursi roda, jadwalnya tetap padat selama kunjungan ke empat negara, yaitu Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Singapura.
Baca juga: NasDem Resmi Usung Ahmad Luthfi-Kaesang Pangarep untuk Pilgub Jateng
Perjalanan Paus Fransiskus dimulai di Jakarta pada 3 September. Pada 4 September, ia dijadwalkan bertemu dengan Presiden Indonesia, Joko Widodo.
Sehari setelahnya, Paus Fransiskus, yang terkenal sebagai pendukung dialog antaragama, akan mengunjungi Masjid Istiqlal. Di sana, ia akan bertemu dengan perwakilan dari berbagai agama, termasuk Islam, Buddha, Konghucu, Hindu, Katolik, dan Protestan.
Masjid Istiqlal, yang namanya berarti “kemerdekaan” dalam bahasa Arab, adalah masjid terbesar di Asia Tenggara dengan luas lebih dari 9 hektare. Nama masjid ini mengingatkan pada perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda yang berlangsung selama hampir 350 tahun.
Di seberang masjid ini terdapat Gereja Katedral Santa Maria Diangkat ke Surga, sebuah katedral bergaya neogotik Katolik Roma. Kedekatan antara kedua tempat ibadah ini menjadi simbol hidup berdampingannya agama secara damai di Indonesia.
Masjid dan katedral tersebut terhubung oleh sebuah terowongan bawah tanah yang dikenal sebagai “Terowongan Silaturahmi.” Terowongan sepanjang 28 meter ini dirancang seperti gerakan jabat tangan, melambangkan toleransi beragama. Paus Fransiskus diperkirakan akan melintasi terowongan tersebut.
Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, mengatakan kepada Associated Press bahwa pilihan Paus Fransiskus untuk memulai kunjungannya di Indonesia membuat komunitas Muslim merasa bangga. Umar juga mengungkapkan harapannya agar kunjungan Paus digunakan sebagai kesempatan untuk menemukan titik temu antar komunitas agama dan menekankan persamaan yang positif di antara berbagai agama, suku, dan kepercayaan.
Umar juga menekankan bahwa meskipun masyarakat Indonesia semakin plural, penting untuk diingat bahwa semua orang hidup di bawah Tuhan yang sama.
Meskipun konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama, intoleransi masih menjadi masalah yang meluas. Beberapa contoh termasuk tuduhan penistaan agama, diskriminasi terhadap komunitas LGBTQ, dan kekerasan terhadap minoritas agama. Bahkan, beberapa kelompok agama mengalami kesulitan dalam mendapatkan izin untuk membangun tempat ibadah.
Cantika Syamsinur, seorang mahasiswa berusia 23 tahun, menyambut baik kunjungan Paus dan pertemuan lintas agama yang akan diadakan. “Ada banyak agama di Indonesia, dan saya berharap kita bisa saling menghormati,” ujarnya kepada AP setelah selesai salat di Masjid Istiqlal.
Paus Fransiskus akan menjadi Paus ketiga yang mengunjungi Indonesia. Rencana kunjungan ini sebenarnya sudah dijadwalkan untuk tahun 2020, namun terpaksa ditunda akibat pandemi COVID-19. “Empat tahun penantian itu terasa cukup lama,” kata Susyana Suwadie, kepala Museum Katedral. Ia merasa sangat emosional menyambut kunjungan ini, menganggapnya sebagai momen bersejarah yang sangat penting.
Banyak pihak berharap pertemuan lintas agama ini akan memberikan dampak positif di tingkat masyarakat. Thomas Ulun Ismoyo, seorang imam Katolik dan juru bicara Komite Kunjungan Paus di Indonesia, mengatakan bahwa pemimpin agama memiliki pengaruh besar di Indonesia, karena masyarakat mendengarkan mereka. Ia berharap kunjungan ini akan membawa kebaikan, dengan menekankan pentingnya kemanusiaan dan keadilan sosial.
Andi Zahra Alifia Masdar, seorang mahasiswa berusia 19 tahun di Jakarta, juga berharap kunjungan ini dapat meningkatkan toleransi dan kemampuan masyarakat untuk hidup berdampingan dengan damai.