Al-Quds, Purna Warta – Seorang pria Palestina yang terluka, Ahmad Jabbarin, ditembak oleh pasukan pendudukan sekitar satu setengah tahun lalu dan mengalami kelumpuhan sebagian. Dengan susah payah ia menaiki tangga kantor Dana Untuk Para Luka di Jenin untuk menagih hak tunjangan yang tertunda.
Baca juga: .Bocornya Dokumen Saudi untuk “Hari Setelah Perang Gaza”; Replika Rencana Netanyahu
Seperti dilaporkan wartawan stasiun televisi Al-Alam di Jenin, korban luka itu mengatakan bahwa sejak peristiwa 7 Oktober (Operasi Banjir Al-Aqsa) hingga sekitar satu setengah tahun lalu ia masih berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari dan bekerja sebagai tukang besi. “Saya mempunyai pekerjaan dan mampu menopang diri serta keluarga. Tetapi sekarang saya tidak dapat bekerja lagi dan hidup dari tunjangan para luka, yang nyaris tidak mencukupi kebutuhan hidup — bahkan lebih kecil dari upah minimum, yakni sekitar 1.400–1.600 shekel per bulan,” ujar Ahmad Jabbarin.
Ahmad menggambarkan penderitaan akibat ketidakteraturan pembayaran tunjangan: terkadang hanya setengahnya yang dibayarkan, terkadang pembayarannya terlambat di tengah bulan atau pada tanggal 10. Namun ketika ia mendatangi kantor secara langsung, ia kaget mengetahui bahwa pembayaran tunjangan sama sekali dihentikan. Bahkan tunjangan untuk keluarga-keluarga yang kehilangan pencari nafkahnya karena syahid juga diberhentikan.
Wartawan Al-Alam melaporkan bahwa seorang wanita Palestina, yang merupakan ibu dari seorang syuhada dan seorang tahanan serta tidak memiliki sumber penghasilan lain, datang ke kantor untuk menuntut bantuan biaya obat-obatannya.
Di tengah kondisi ekonomi yang sangat berat, tunjangan ribuan keluarga—mereka yang anaknya gugur, mengalami cedera permanen, atau ditangkap—telah dihentikan. Saat ini keluarga-keluarga syuhada, khususnya penduduk pengungsian di kamp-kamp di Tepi Barat, terpaksa hidup tanpa penghasilan tetap.
Seorang warga Palestina lainnya kepada wartawan Al-Alam menyatakan: “Kami meminta kepada kepala Otoritas Palestina dan seluruh pejabat di semua tingkatan untuk mempertimbangkan kondisi kami sebagai tahanan, para luka, dan keluarga syuhada. Tunjangan yang kami terima jumlahnya sangat kecil dan nyaris tidak mencukupi, namun itu pun kini diputus.”
Menurut laporan, sejak awal tahun ini kepala Otoritas Palestina, karena tekanan dari Amerika Serikat dan Israel, mengambil keputusan untuk mencabut undang-undang pembiayaan keluarga tahanan, syuhada, dan para luka, dengan alasan bahwa anggaran tersebut turut membiayai tindakan terorisme.
Baca juga: Mengapa Pengakuan terhadap Palestina Tidak Berujung pada Pembentukan Negara Palestina Merdeka?
Warga Palestina menggambarkan peristiwa yang sedang berlangsung sebagai perang menyeluruh terhadap aspirasi Palestina, dan menilai apa yang dialami para luka, keluarga syuhada, dan tahanan bukan sebuah kebetulan melainkan kebijakan sistematis yang bertujuan mendiskreditkan wajah perlawanan dan mencabut nilai-nilai nasionalnya.