Otorita IKN: Kabar Penggusuran Rumah Warga Adat di IKN Hoaks

Jakarta, Purna Warta – Alimuddin selaku Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Otorita Ibu Kota Nusantara IKN, membantah isu terkait penggusuran rumah warga lokal atau warga adat secara paksa di sekitar wilayah IKN. Dia menjelaskan semua pengadaan lahan di IKN telah dilakukan dengan cara sosialisasi dengan warga sekitar.

“Hak-hak adat dilindungi di IKN, tidak ada penggusuran semena-mena bahwa pembangunan akan terus berkembang? Iya. Tapi hak-hak masyarakat adat dilindungi, masyarakat adat semuanya dilindungi di IKN jadi tidak ada kesemena-menaan,” tuturnya di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Dalam melakukan pembebasan lahan, kata Alimuddin, pihaknya mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023, yaitu bisa diganti dengan uang, diganti lahan, maupun melakukan resettlement kembali. Yang pasti, katanya, hak-hak masyarakat adat harus dipenuhi.

“Jadi intinya tidak ada kesemena-menaan dalam proses pengadaan tanah. Ini masih akan ada sosialisasi mendalam,” tuturnya.

“Ya kalau memang (rumah warga) kena untuk fasilitas negara, tiap warga negara wajib mendukung kebijakan negara tanpa menghilangkan hak-haknya sebagai warga negara, ada UU-nya semua. Masyarakat ada OIKN yang lindungi. Kalau ada yang bilang masyarakat adat digusur itu hoaks,” pungkasnya.

Sebelumnya ramai kabar menyebutkan bahwa Badan Otorita IKN melalui Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara, mengeluarkan Surat Nomor : 179/DPP/OIKN/III/2024. Perihal Undangan arahan atas Pelanggaran Pembangunan yang Tidak Berijin dan atau Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN pada 4 Maret 2024.

Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan Tim Gabungan Penertiban Bangunan Tidak Berizin pada bulan Oktober 2023 dan tidak sesuai dengan Tata Ruang yang diatur pada RDTR WP IKN. Dalam surat tersebut diagendakan adanya arahan Tindak Lanjut atas Pelanggaran Pembangunan yangTidak Berizin dan Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN.

Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara, juga mengeluarkan “Surat Teguran Pertama” No. 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, dalam jangka waktu 7 hari warga agar segera membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan Tata Ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.

“Ancaman badan Otorita IKN tersebut yang secara tiba-tiba hendak mengusir warga Pemaluan dengan dalih pembangunan Ibu kota, jelas adalah bentuk tindakan abusive pemerintah. Ini memperlihatkan wajah asli kekuasaan yang gemar menggusur dan mengambil alih tanah rakyat atas nama pembangunan,” ujar Akademisi Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Herdiansyah Hamzah mewakili Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (14/3/2024).

Otorita IKN memberikan batas waktu selama 7 hari agar warga Pemaluan untuk segera angkat kaki dari tanah tempat mereka berpijak selama puluhan tahun. Hal ini, menurut Herdiansyah, merupakan bentuk intimidasi yang menyebar teror dan ketakutan kepada warga.

“Sama persis yang dilakukan terhadap Wadas, Rempang, Poco Leok, Air Bangis, dan lainnya,” katanya.

Upaya pembongkaran paksa dan paksaan terhadap masyarakat adat dan masyarakat lokal untuk meninggalkan tanah leluhur yang menjadi ruang hidup mereka, merupakan bentuk pelanggaran hakmasyarakat lokal dan masyarakat adat atas Hak hidup, hak atas ruang hidup, hak perlindungan atas kepemilikan atas tanah dan hak atas pemukiman warga.

Adapun, OIKN menggunakan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2022 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara sebagai, dasar pembongkaran paksa bangunan masyarakat lokal dan masyarakat adat. Hal ini, menurut Herdiansyah, merupakan produk hukum yang dibuat tanpa melibatkan masyarakat sebagai pemilik sah wilayah.

Hal ini merupakan pelanggaran terhadap pasal 65 UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yang mengamanahakan untuk melibatkan masyarakat dalam penataan ruang, yang meliputi perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Herdiansyah menilai tanpa pelibatan masyarakat lokal dan masyarakat adat, menyebabkan tata ruang tidak menjadi alat mensejahterakan masyarakat, namun justru menjadi ancaman hilangnya hak-hak masyarakat.

“Pemerintah lupa, jika negara pada hakekatnya wajib bertindak atas nama kepentingan rakyat, bukan kepentingan para pemodal, apalagi sekedar obsesi pemindahan IKN,” pungkasnya.

Pemindahan dan pembangunan IKN memang masih menjadi hal yang sulit diterima bagi sebagian orang dan kelompok tertentu yang masih ingin Jakarta menjadi ibukota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *