Jakarta, Purna Warta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang aturan baru yang menetapkan syarat usia dan pendapatan bagi pengguna layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau Paylater. Aturan ini bertujuan utama untuk melindungi masyarakat dari jebakan utang.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (KE PVML), Agusman, menyampaikan bahwa ketentuan tersebut juga diharapkan dapat mendorong pengembangan dan penguatan industri Perusahaan Pembiayaan.
“Penguatan pengaturan terkait batasan usia dan pendapatan debitur pada skema Buy Now Pay Later oleh Perusahaan Pembiayaan (PP BNPL) dilakukan dalam rangka menguatkan pelindungan konsumen dan masyarakat dan mengantisipasi potensi terjadinya jebakan utang (debt trap) bagi pengguna PP BNPL yang tidak memiliki literasi keuangan yang cukup memadai,” ujar Agusman dalam keterangannya, dikutip Sabtu (11/1/2025).
Per November 2024, jumlah pembiayaan PP BNPL mengalami peningkatan sebesar 61,90% year-on-year (yoy), mencapai Rp 8,59 triliun dengan Non-Performing Financing (NPF) gross sebesar 2,92%. Peningkatan signifikan ini disebabkan oleh basis outstanding PP BNPL yang masih relatif kecil.
“Kinerja PP BNPL diharapkan terus meningkat seiring perkembangan perekonomian berbasis digital,” tambah Agusman.
Dalam keterangan resmi OJK pada 31 Desember 2024, disampaikan bahwa OJK sedang menyusun pengaturan terkait skema BNPL bagi Perusahaan Pembiayaan (PP BNPL). Pengaturan ini mencakup ketentuan bahwa pembiayaan PP BNPL hanya dapat diberikan kepada nasabah atau debitur berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah, serta memiliki pendapatan minimal Rp 3.000.000,00 per bulan.
Penerapan persyaratan ini akan berlaku efektif untuk akuisisi nasabah atau debitur baru, maupun perpanjangan pembiayaan PP BNPL, paling lambat pada 1 Januari 2027.
Selain itu, Perusahaan Pembiayaan yang menjalankan layanan BNPL wajib memberikan notifikasi kepada nasabah atau debitur mengenai pentingnya kehati-hatian dalam penggunaan BNPL. Termasuk di dalamnya adalah pencatatan transaksi debitur ke dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
“OJK dapat melakukan peninjauan kembali terhadap pengaturan tersebut di atas dengan mempertimbangkan antara lain kondisi perekonomian, stabilitas sistem keuangan, dan perkembangan industri PP BNPL,” demikian keterangan resmi OJK.