Jakarta, Purna Warta – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, menegaskan bahwa bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, suatu fakta yang sudah dipahami oleh semua pihak. Namun, ia menyatakan bahwa budaya politik yang berkembang saat ini justru cenderung menerapkan pola-pola seperti dalam sistem monarki atau kerajaan.
Baca juga: Partai Buruh Usai Gugatan Pilkada Dikabulkan MK: Ini Kemenangan Demokrasi
Pernyataan ini disampaikan Mantan Ketua MK tersebut dalam pidatonya di acara dialog nasional bertema ‘Refleksi Kelembagaan Komisi Yudisial’, yang diadakan untuk memperingati HUT ke-19 Komisi Yudisial.
Dalam pidatonya, Jimly mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian pada aspek-aspek yang perlu dievaluasi dan dibenahi, baik dari segi aturan konstitusi, institusi ketatanegaraan, maupun budaya konstitusional.
Jimly juga mengenang sejarah penentuan bentuk pemerintahan Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dilakukan pemungutan suara untuk menentukan apakah Indonesia akan menjadi republik atau kerajaan.
“Undang-Undang Dasar itu biasanya tidak menggunakan voting. Namun, ketika kita hendak merumuskan apakah bentuk negara kita republik atau bukan, terpaksa dilakukan voting,” ujar Jimly di gedung Komisi Yudisial, Selasa (20/8/2024).
Jimly menjelaskan bahwa voting dilakukan karena ada sembilan orang yang bersikeras agar Indonesia menjadi kerajaan. “Saat dilakukan voting, 55 orang memilih republik, sedangkan 6 orang tetap menginginkan kerajaan,” lanjutnya.
Menurut Jimly, hasilnya mungkin akan berbeda jika penentuan bentuk pemerintahan Indonesia dilakukan melalui forum yang lebih luas, seperti referendum. Sebab, mayoritas masyarakat Indonesia pada waktu itu kurang familiar dengan konsep republik, namun lebih mengenal istilah kerajaan atau kesultanan.
“Orang-orang di kampung, dari Sabang sampai Merauke, tidak tahu apa itu republik. Tapi kalau dibilang kesultanan, mereka paham,” ungkap Jimly.
Jimly menambahkan, budaya politik yang lebih condong ke arah monarki ini terus terbawa hingga sekarang, meskipun secara formal, Indonesia adalah sebuah republik.
Baca juga: Pentingnya Meminta Maaf Jika Bersalah di Lingkungan Kerja
“Budaya politik kita ini, kesadaran mayoritas rakyat kita, masih terpengaruh konsep kerajaan. Bentuk formalnya memang republik, tapi perilaku kita masih seperti di kerajaan. Ini adalah pilihan dari para pemimpin terdidik kita. Namun, budaya politik kita masih monarki,” ujar Jimly.
Ia juga mencontohkan beberapa negara seperti Inggris, Australia, dan Belanda yang secara formal adalah monarki, tetapi perilakunya seperti republik. Sebaliknya, Indonesia secara formal adalah republik, tetapi perilakunya masih mencerminkan budaya kerajaan.
“Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melakukan evaluasi terhadap hal ini,” tutup Jimly.