Kementerian PU Minta Operator Tol Lebih Tegas terhadap Truk ODOL

Jakarta, Purna Warta – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) meminta Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) atau operator tol bersikap lebih tegas dalam menyikapi aktivitas truk obesitas Over Dimension Over Load (ODOL) di jalan tol. Pasalnya, truk ODOL kerap menjadi salah satu penyebab utama kerusakan jalan serta kecelakaan.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Subakti Syukur, menjelaskan bahwa beberapa regulasi telah diterbitkan terkait pengawasan muatan dan penindakan terhadap kendaraan angkutan barang yang melanggar batas dimensi dan muatan, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol.

Dalam Pasal 109 peraturan tersebut, BUJT berhak menolak masuk dan/atau mengeluarkan pengguna jalan tol yang tidak memenuhi batasan sumbu terberat di gerbang tol terdekat, sesuai ketentuan perundang-undangan. Namun, Subakti menilai bahwa pelaksanaannya memerlukan keterlibatan aparat berwenang.

“Maka dari itu, pengendalian kendaraan angkutan barang lebih ukuran lebih muatan memerlukan keterlibatan aparat yang berwenang dalam menindak pelanggaran,” kata Subakti saat dihubungi detikcom, Sabtu (8/2/2025).

Menurutnya, BUJT di bawah naungan ATI terus berkolaborasi dengan pihak terkait untuk menindak kendaraan ODOL. Upaya yang dilakukan termasuk menyiapkan alat timbang muatan statis serta alat timbang dinamis atau Weight in Motion (WIM) yang terintegrasi dengan sistem ETLE Kepolisian.

Sebagai Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Subakti juga menyebutkan bahwa Jasa Marga telah menyiapkan sarana dan prasarana digital untuk pengendalian kendaraan angkutan barang ODOL di tol, salah satunya dengan menempatkan 7 WIM di 7 lokasi strategis.

Meski demikian, penindakan truk ODOL di jalan tol kerap menghadapi penolakan dari para pengemudi truk. Hal ini menjadi kendala dalam pelaksanaan operasi pengamanan kendaraan ODOL dan membutuhkan dukungan aparat berwenang.

“Kami melakukan operasi penindakan kendaraan angkutan logistik/barang yang ODOL, bekerja sama dengan Kepolisian dan Kementerian Perhubungan. Namun, hal ini terkendala dengan aksi penolakan asosiasi dan pengemudi truk,” ujar Subakti.

Salah satu contoh penolakan terjadi pada 2022, saat pemerintah mencanangkan program Target Zero ODOL 2023. Kala itu, aksi penolakan oleh asosiasi dan pengemudi truk berlangsung di beberapa kota, seperti Semarang, Bandung, Malang, Yogyakarta, dan Surabaya.

Aksi serupa kembali terjadi pada 26 Agustus 2024, ketika Gerakan Sopir Jawa Timur (GJST) menggelar unjuk rasa di Kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim). Mereka menolak operasi ODOL di jalan tol serta kebijakan standarisasi tarif angkutan logistik.

Sebagai solusi, disepakati beberapa langkah untuk mengakomodasi aspirasi sopir truk, di antaranya standarisasi tarif angkutan logistik, subsidi pemotongan kendaraan ODOL, jaminan order bagi kendaraan yang tidak melanggar ODOL, pemberantasan mafia ODOL, serta pemberian sanksi kepada pemilik barang yang melanggar aturan ODOL.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU), Diana Kusumastuti, menegaskan bahwa truk ODOL menjadi salah satu penyebab utama munculnya lubang di jalan, termasuk di tol. Ia mendorong agar BUJT atau operator jalan lebih tegas dalam menegakkan aturan.

“ODOL seharusnya BUJT itu kan juga punya (kewenangan) untuk menolak, ODOL nggak boleh lewat situ. Seharusnya kan nggak boleh, itu kewenangan dari BPJT,” kata Diana saat ditemui awak media di Kantor Kementerian PU, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).

Terkait hal ini, Diana berencana memanggil BUJT untuk membahas Standar Pelayanan Minimal (SPM) sekaligus mendiskusikan kebijakan terkait ODOL. Pertemuan ini menjadi semakin penting mengingat dalam waktu dekat akan memasuki Bulan Ramadhan dan Libur Lebaran, periode di mana mobilitas kendaraan angkutan barang meningkat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *