Kementerian ESDM Targetkan BBM Campur Bioetanol 5% Berlaku Tahun Depan

Jakarta, Purna Warta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan kebijakan mandatori penggunaan bahan bakar minyak (BBM) campuran bioetanol 5% atau E5 mulai diberlakukan pada tahun 2026. Saat ini, produk BBM serupa sudah beredar di masyarakat dalam bentuk Pertamax Green, namun belum bersifat wajib.

Rencananya, penerapan E5 akan ditegaskan melalui Keputusan Menteri (Kepmen) yang akan dikeluarkan Kementerian ESDM. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa pelaksanaan awal mandatori ini akan dimulai secara bertahap di wilayah Pulau Jawa.

“Iya (mandatory E5) paling 2026, orang 2025 sudah setengah jalan segini,” katanya saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).

Penerapan E5 secara bertahap ini disebabkan oleh keterbatasan pasokan bioetanol di dalam negeri. Saat ini, volume produksi baru mencapai 60 ribu kiloliter, sedangkan kebutuhan untuk mendukung mandatori E5 mencapai sekitar 1,2 juta kiloliter.

Tercatat, ada 13 perusahaan yang memproduksi etanol dari molase tebu di Indonesia, namun hanya tiga perusahaan yang mampu menghasilkan etanol berkualitas fuel grade atau layak sebagai bahan bakar.

“Nah tadi terhimpun 60.000 KL itu kalau bisa dilakukan mandatori, paling regional karena masih sangat sedikit,” tuturnya.

Untuk mendukung kebijakan ini, pemerintah juga menargetkan peningkatan bahan baku (feedstock) hingga mencapai 400 ribu kiloliter. Target tersebut diharapkan dapat dicapai dengan optimalisasi kapasitas produksi dari industri yang telah ada.

Namun, Eniya juga mengungkapkan bahwa pengembangan bioetanol di Indonesia masih menghadapi tantangan berat, salah satunya adalah pengenaan cukai etanol sebesar Rp 20 ribu per liter, yang membuat harga jualnya menjadi tinggi.

Jika ke depan E5 masuk dalam kategori BBM non public service obligation (non-PSO) atau tanpa subsidi, Eniya menilai implementasinya akan lebih mudah dilakukan karena tidak membebani anggaran subsidi pemerintah.

“Dan di situ masih ada PR tadi yang masalah cukai sama yang lainnya untuk menurunkan biayanya. Nah kalau kita masuk ke non-PSO dulu saya rasa itu lebih mudah, karena biayanya itu dilepas ke konsumen seperti yang biodiesel non-PSO sekarang, sehingga tidak mempengaruhi subsidi,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *