Kemenkeu: Kenaikan PPN 12% Mulai 1 Januari 2025 Berdampak Positif bagi Perekonomian

Jakarta, Purna Warta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memaparkan sejumlah dampak positif dari kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini merujuk pada amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Baca juga: Jasa Marga Catat 1,17 Juta Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Periode Natal 2024

Dalam implementasinya, kenaikan PPN tidak akan dikenakan pada produk barang dan jasa pokok yang dibutuhkan masyarakat.

Melalui analisis data sebelumnya, Kemenkeu optimis bahwa kenaikan PPN ini akan memberikan dampak positif pada empat sektor, yaitu peningkatan jumlah pekerja, pekerja formal, penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, serta inflasi yang terkendali.

“Pasca kenaikan tarif, pasar tenaga kerja tetap tumbuh, daya beli tumbuh lebih tinggi, dan inflasi dijaga rendah,” tulis Kementerian Keuangan, dikutip Rabu (25/12/2024).

Berdasarkan data Kemenkeu, rata-rata peningkatan pekerja pada periode 2015-2019 mencapai 2,4 juta orang per tahun atau tumbuh 2,0%. Saat penerapan PPN 11% pada tahun 2022, angka tersebut melonjak menjadi 4,2 juta pekerja atau naik 3,2%. Selanjutnya, pada periode 2023-2024, rata-rata pertumbuhan pekerja mencapai 4,7 juta per tahun atau meningkat 3,4%.

Peningkatan pekerja formal juga menunjukkan tren serupa. Pada 2015-2019, rata-rata kenaikannya mencapai 1,9 juta pekerja per tahun atau tumbuh 3,8%. Saat penerapan PPN 11%, angka tersebut naik menjadi 1,9 juta pekerja dengan pertumbuhan 3,6%. Sedangkan pada 2023-2024, rata-rata pertumbuhan pekerja formal mencapai 3,6 juta per tahun atau meningkat signifikan sebesar 6,4%.

Dari sisi penerimaan PPh Pasal 21, rata-rata kenaikan per tahun pada periode 2015-2019 mencapai Rp 8,5 triliun atau 7,2%. Pada penerapan PPN 11% tahun 2022, angka ini melonjak sebesar Rp 24,5 triliun atau tumbuh 16,3%. Selanjutnya, pada periode 2023-2024, rata-rata kenaikan mencapai Rp 33,2 triliun atau 19,35%.

Sementara itu, inflasi berhasil dikendalikan. Pada periode 2015-2019, rata-rata inflasi tahunan mencapai 3,17%. Saat penerapan PPN 11% di 2022, inflasi sempat naik menjadi 5,51%. Namun, pada 2023-2024, rata-rata inflasi turun kembali ke 2,08%.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengakui adanya penolakan dari sebagian masyarakat terhadap kenaikan PPN ini. Namun, ia tetap optimistis daya beli masyarakat dapat terjaga melalui berbagai stimulus yang disiapkan pemerintah.

“Kalau pemerintah selalu optimis (daya beli terjaga),” kata Airlangga, usai acara Peluncuran EPIC Sale di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).

Baca juga: Presiden Prabowo Subianto Sampaikan Ucapan Natal dan Tahun Baru 2025

Ia menambahkan bahwa beberapa stimulus akan diberikan pada 2025, seperti diskon tarif listrik sebesar 50% untuk periode Januari-Februari, pembebasan PPN untuk pembelian rumah hingga Rp 2 miliar, dan subsidi penuh PPN untuk motor listrik. Selain itu, pemerintah juga melanjutkan subsidi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM DTP) sebesar 3% untuk mobil listrik.

“Nah itu kan membuktikan pemerintah memperhatikan apa yang dibeli oleh masyarakat,” ujar Airlangga.

Pemerintah juga membebaskan sektor transportasi dari PPN untuk menekan inflasi, serta menjaga tarif PPN bahan pokok penting tetap di angka 11%. Airlangga memastikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang memuat rincian barang-barang mewah dengan PPN 12% akan diterbitkan sebelum 1 Januari 2025.

“PMK-nya sebelum 1 Januari (2025),” tegas Airlangga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *