Jakarta, Purna Warta – Isu mengenai biaya pendidikan tinggi di Indonesia kembali mencuat menjelang masa penerimaan mahasiswa baru. Banyak pihak, terutama para orang tua calon mahasiswa, menyatakan bahwa biaya kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya.
Sebagai negara yang sedang berkembang menuju status maju, Indonesia belum menyediakan pendidikan tinggi gratis. Hal ini berbeda dengan beberapa negara maju anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) seperti Swedia, Finlandia, Islandia, dan Jerman yang menyediakan pendidikan gratis di kampus negeri maupun swasta.
Menanggapi isu biaya kuliah ini, Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie PhD, menjelaskan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia dikategorikan sebagai pendidikan tersier, yang sifatnya bukan wajib melainkan pilihan. Dengan demikian, lulusan SMA, SMK, dan sederajat sebenarnya tidak diharuskan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.
Menurut Prof. Tjitjik, kebijakan untuk menjadikan pendidikan tinggi sebagai pendidikan wajib akan memiliki implikasi besar pada pendanaan. Karena pendidikan tinggi di Indonesia bersifat pilihan, pemerintah lebih memfokuskan anggaran pada jenjang pendidikan yang diwajibkan, yakni SD dan SMP.
“Pendanaan pemerintah untuk pendidikan difokuskan dan diprioritaskan untuk pembiayaan wajib belajar. Ini adalah amanat undang-undang,” ujarnya dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi, yang diadakan pada Rabu, 15 Mei 2024, di Gedung D Dikti Kemendikbudristek, Jalan Pintu Satu Senayan, Jakarta Pusat.