Jakarta, Purna Warta – Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa kelas menengah memainkan peran krusial dalam mendongkrak perekonomian nasional. Namun, penurunan jumlah kelas menengah sebesar 9,48 juta jiwa selama periode 2019-2024 menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi.
Baca juga: Ridwan Kamil Jelaskan Perbedaan Pimpin Jakarta dan Jawa Barat
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menegaskan bahwa kelas menengah merupakan kontributor utama konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kontribusi mereka mencapai 81,49% dari total konsumsi rumah tangga.
“Kelas menengah dan aspiring middle class memberikan kontribusi besar terhadap konsumsi rumah tangga, yakni sebesar 81,49%. Ini berdampak langsung pada PDB dari sisi konsumsi rumah tangga, karena hampir 82% dari total konsumsi rumah tangga berasal dari kelas ini,” ujar Amalia dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta Pusat, Jumat (30/8/2024).
Berdasarkan data BPS, jumlah kelas menengah di Indonesia pada 2024 tercatat sebanyak 47,85 juta jiwa atau setara dengan 17,13% dari total populasi. Angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2019, di mana jumlah kelas menengah mencapai 57,33 juta jiwa atau 21,45% dari total penduduk, yang berarti terjadi penurunan sebesar 9,48 juta jiwa.
Amalia menekankan pentingnya kelas menengah sebagai bantalan ekonomi suatu negara. Dengan berkurangnya bantalan ini, perekonomian akan menjadi lebih rentan terhadap guncangan.
“Ketika bantalan ekonomi kuat, maka ekonomi suatu negara relatif lebih tahan terhadap gejolak, baik dari faktor eksternal maupun domestik. Namun, jika proporsi kelas menengah menipis, maka ketahanan ekonomi terhadap guncangan akan melemah,” jelasnya.
“Peran kelas menengah ini penting tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, untuk memperkuat daya tahan ekonomi terhadap berbagai guncangan,” tambah Amalia.
Sebagai informasi, pengelompokan kelas ekonomi ini didasarkan pada standar Bank Dunia yang termuat dalam dokumen Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class 2019. Pengelompokannya didasarkan pada pengeluaran per kapita dengan garis kemiskinan sebesar Rp 582.932.
Untuk kelas menengah, pengeluarannya berkisar antara 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan, atau sekitar Rp 2,04 juta hingga Rp 9,90 juta per kapita per bulan. Kelas menengah rentan memiliki pengeluaran 1,5 hingga 3,5 kali garis kemiskinan, yakni antara Rp 874,39 ribu hingga Rp 2,04 juta, sementara kelas rentan miskin memiliki pengeluaran 1 hingga 1,5 kali garis kemiskinan, yaitu Rp 582,93 ribu hingga Rp 874,39 ribu per kapita per bulan.
Adapun kelompok miskin memiliki pengeluaran di bawah garis kemiskinan, yaitu kurang dari Rp 582,93 ribu per kapita per bulan, sedangkan kelas atas memiliki pengeluaran 17 kali di atas garis kemiskinan atau lebih dari Rp 9,90 juta per kapita per bulan.