Jakarta, Purna Warta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa generasi muda, khususnya gen Z, masih banyak terjerat dalam pinjaman online (pinjol) dan judi online.
Baca juga: Begini Skema Penghapusan IPA-IPS di SMA-MA
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi, menyatakan bahwa rendahnya literasi keuangan menjadi salah satu penyebab utama masalah ini.
“Anak-anak berusia 15 hingga 17 tahun sangat rentan karena literasi keuangan mereka rendah dan inklusi keuangan mereka juga kurang. Ini menyebabkan mereka menjadi korban pinjaman online dan terlibat dalam judi online. Bahkan produk keuangan formal seperti paylater sering kali disalahgunakan karena kurangnya pengetahuan yang memadai, yang pada akhirnya membebani masa depan mereka,” jelas Dewi dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta Pusat, pada Jumat (2/8/2024).
Dewi juga mengamati bahwa generasi Z yang memiliki literasi keuangan rendah sering kali mencari cara cepat untuk memenuhi gaya hidup mereka. Dia memberikan contoh bahwa beberapa anak muda gen z rela membuka pinjol hanya untuk memenuhi keinginan sesaat seperti nongkrong di kafe.
“Mereka terkadang meminjam uang secara online hanya karena merasa harus memenuhi tren atau gaya hidup tertentu. Ketika mereka menghadapi kekurangan dana saat di kafe, mereka dengan cepat meminjam uang secara online yang langsung cair dalam waktu singkat. Namun, hal ini bisa berakibat pada utang yang menumpuk dan sangat membahayakan keuangan mereka,” tambah Dewi.
OJK telah berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan memasukkan data pinjaman online ke dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Dewi menekankan pentingnya bimbingan bagi anak-anak muda agar mereka tidak sembarangan menggunakan pinjaman online dan judi online, karena dapat berdampak negatif pada masa depan mereka.
Selain itu, OJK bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) untuk mengukur indeks literasi dan inklusi keuangan di Indonesia sebagai dasar untuk program peningkatan ke depan. Hasil SNLIK 2024 menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan penduduk Indonesia berada pada angka 65,43%, sedangkan indeks inklusi keuangan mencapai 75,02%.
Baca juga: Iran Tegaskan Hak Asasi Hukum ‘Geng Israel’, Diamnya Barat Tel Aviv Semakin Berani
SNLIK 2024 juga mengevaluasi tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah. Indeks literasi keuangan syariah tercatat sebesar 39,11%, sedangkan indeks inklusi keuangan syariah berada pada angka 12,88%.
Berdasarkan kelompok usia, kelompok 15-17 tahun dan 51-79 tahun memiliki indeks literasi keuangan terendah, yaitu masing-masing sebesar 51,70% dan 52,51%. Sementara itu, kelompok usia 26-35 tahun, 36-50 tahun, dan 18-25 tahun menunjukkan indeks literasi keuangan tertinggi, yaitu 74,82%, 71,72%, dan 70,19%, serta inklusi keuangan tertinggi, yaitu 84,28%, 81,51%, dan 79,21%.