Jakarta, Purna Warta – Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan bisnis di bidang digital, yang terlihat dari tingginya pertumbuhan startup dan banyaknya aplikasi buatan lokal di ponsel. Namun, ada pekerjaan rumah (PR) besar yang perlu diselesaikan untuk memaksimalkan potensi ini.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran negara dengan jumlah kelahiran startup tertinggi di dunia.
“Menurut data global startup, Indonesia adalah negara kedua pencetak startup terbanyak. Jadi, kalau soal jumlah, startup kita termasuk yang terbesar, menunjukkan adanya gairah, ide, keinginan, dan kemauan. Tinggal bagaimana startup ini bisa berkembang besar atau tidak, itu persoalan lain lagi,” ujar Budi Arie dalam acara Creativepreneur Summit 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (25/8/2024).
Selain pertumbuhan startup, potensi besar juga terlihat dari perkembangan aplikasi digital. Mengutip laporan dari Google, Budi Arie menyebutkan bahwa sudah ada 18 ribu aplikasi buatan anak bangsa yang terdaftar di Google Playstore.
“Teman-teman di Google bilang kepada saya, ‘Pak, di Google itu sudah ada 18 ribu aplikasi yang dibuat oleh anak Indonesia.’ 18 ribu aplikasi di Google Playstore,” jelasnya.
Dengan angka tersebut, Budi Arie yakin bahwa anak-anak Indonesia memiliki kreativitas tinggi dan kemampuan untuk mengoptimalkan digitalisasi. Namun, tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengakselerasi potensi ini.
“Persoalannya adalah bagaimana mengakselerasi, termasuk juga mengembangkan menjadi model bisnis yang lebih efektif di masa depan,” tambahnya.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Korea Selatan dan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Gandi Sulistiyanto, menekankan bahwa pengelolaan startup di pemerintahan juga perlu mendapat perhatian lebih sebagai upaya akselerasi.
“Saya setuju dengan Pak Menteri, startup Indonesia sering juara di Korea dan banyak yang menjadi unicorn, bahkan decacorn. Namun, kalau kita melihat Korea, pengelolaan startup kita diurus oleh banyak departemen, bukan hanya departemennya Pak Budi,” ujar Gandi.
Ia menjelaskan bahwa dalam kontes di Korea, perwakilan startup Indonesia datang dari berbagai instansi, mulai dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Kominfo, hingga Kementerian Perdagangan. Berbeda dengan Korea, yang mana pembinaan startup berada di bawah naungan Ministry of Science and ICT.
“Di sini terlalu banyak departemen, sehingga anggarannya pun tersebar sedikit-sedikit. Coba semua itu disentralisir di tempatnya Pak Budi. Saya rasa Pak Budi akan bisa melakukan pengembangan yang lebih signifikan,” tutupnya.