Jakarta, Purna Warta – Pemerintah mencanangkan berbagai program untuk mencapai swasembada pangan, salah satunya melalui cetak sawah. Ketahanan pangan dinilai sangat penting, dan Indonesia tidak bisa terus-menerus bergantung pada impor.
Baca juga: RK Minta Para Pendukungnya Tertib dan Tolak Politik Uang
Salah satu lokasi program cetak sawah adalah Kampung Kaliki, Distrik Kurik, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, di mana 2.000 hektare lahan dibuka dan dikembangkan untuk mencetak sawah baru. Merauke ditargetkan menjadi lumbung pangan Indonesia, sebagaimana dijelaskan oleh Hermanto, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan). Ia menyebutkan, masyarakat lokal juga ingin terlibat dalam program tersebut.
“Ini sejalan dengan program pemerintah untuk menjadikan Merauke sebagai lumbung pangan. Masyarakat memiliki semangat yang sama, mereka ingin terlibat dalam program ini, termasuk cetak sawah,” kata Hermanto di Kampung Kaliki, Merauke, Senin (23/9/2024).
Setelah menerima permintaan dari masyarakat, Kementan segera melakukan pemetaan dan eksekusi lahan. Hermanto menambahkan, usulan untuk mencetak sawah baru terus berdatangan dari masyarakat setempat. Target cetak sawah di Merauke adalah 100 ribu hektare, sementara secara nasional, pemerintah menargetkan pencetakan 1 juta hektare sawah baru, dengan target di Merauke berada di luar angka tersebut.
“Untuk Merauke, kita menargetkan 100 ribu hektare yang berpotensi dicetak sebagai sawah, di luar target nasional 1 juta hektare,” jelas Hermanto.
Pada tahap awal pengembangan, sawah-sawah tersebut diharapkan dapat menghasilkan 3,5-4 ton padi per hektare. Namun, dengan lahan yang subur, hasil panen diproyeksikan meningkat hingga 6 ton pada musim tanam berikutnya.
“Berbeda dengan optimalisasi lahan, jika kita menanam paling lambat di Februari atau Maret 2025, hasilnya akan terlihat. Ini bukan hanya soal mencetak sawah, tetapi juga memastikan ketersediaan irigasi,” tambahnya.
Hermanto juga membantah bahwa program cetak sawah akan mempengaruhi status tanah ulayat di Merauke. Lahan yang dicetak akan dikelola oleh masyarakat setempat, tanpa pengalihan kepemilikan kepada pemerintah atau swasta.
“Lahan ini dicetak untuk masyarakat, bukan untuk swasta, perusahaan, atau diambil alih oleh negara. Setelah dicetak, mereka bisa mengelola sawahnya sendiri. Sebelumnya, lahan ini adalah hutan untuk berburu,” jelas Hermanto.
Baca juga: Jokowi Yakin Pemerintahan Selanjutnya Akan Lanjutkan Hilirisasi Mineral
Ia menegaskan bahwa lahan yang digunakan bukanlah hutan lindung, melainkan area yang boleh dikelola seperti Areal Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Produksi Konversi (HPK), yang dapat diubah peruntukannya. Hermanto menegaskan bahwa hutan lindung dan konservasi tidak akan disentuh.
“Kami bekerja di APL dan HPK, bukan di hutan lindung atau konservasi yang tidak boleh digarap,” tutupnya.