Indonesia Berpeluang Optimalkan Potensi Pasar Seafood Dunia Melalui Kebijakan Ekonomi Biru

Jakarta, Purna Warta – Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan pasar seafood dunia yang diperkirakan bernilai hingga US$ 419,09 miliar pada 2030. Pada tahun 2023, nilai pasar seafood dunia tercatat sebesar Rp 269,30 miliar dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 6,52% dari 2023 hingga 2030.

Baca juga: Potensi dan Tantangan Pengembangan Energi Nuklir di Indonesia

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerapkan kebijakan strategis untuk mengoptimalkan potensi pasar seafood tersebut, yang tercantum dalam peta jalan ekonomi biru.

Peta jalan ekonomi biru memiliki lima fokus utama:

1. Memperluas kawasan konservasi laut

2. Penangkapan ikan terukur berbasis kuota

3. Pengembangan perikanan budidaya yang berkelanjutan di laut, pesisir, dan darat

4. Pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil

5. Pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan

Terkait potensi pasar seafood, Trenggono menyebut Indonesia dapat mengoptimalkan lima komoditas utama dengan nilai pasar dunia yang besar dan selaras dengan peta jalan ekonomi biru. KKP juga telah melakukan sejumlah modeling untuk komoditas-komoditas tersebut.

“Ini ada 5 commodity, sebetulnya lebih dari itu yang kita sudah lakukan modeling-modeling. Jadi sebagai pemerintah tentu kita buat modeling,” kata Trenggono dalam arahannya di Universitas Diponegoro, Jepara, Jawa Tengah, Jumat (27/12/2024).

Komoditas pertama yang disebut Trenggono adalah udang, yang memiliki nilai pasar dunia sebesar US$ 60,4 miliar pada tahun 2023 dan pangsa pasar 6,1% dunia. Indonesia sendiri, lanjutnya, rata-rata mengekspor udang senilai antara 1,7 hingga 2,2 miliar dolar.

“Udang itu value pasarnya 60 miliar dolar. Indonesia itu ekspornya rata-rata di 1,7 sampai 2,2 miliar dolar,” ungkapnya.

Selain udang, Trenggono juga menyebutkan potensi rumput laut Indonesia yang memiliki nilai pasar dunia US$ 7,8 miliar pada tahun 2023 dengan pangsa pasar 13,8% dunia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rumput laut terbesar, namun sering kali menjualnya dalam bentuk bahan mentah. Trenggono mengkritik ketidakterlibatan Indonesia dalam proses pengolahan rumput laut yang lebih menguntungkan, di mana negara-negara seperti Filipina, Korea, dan China menguasai nilai tambah tersebut.

“Nilai tambah yang tingginya dikuasai oleh Filipina, oleh Korea, oleh China, yang lebih lucu lagi setelah diproses di Korea sana balik lagi ke sini sudah dalam bentuk itu (nilai tambah). Kenapa itu tidak dibikin di sini,” jelasnya.

Baca juga: Penetapan Tersangka Hasto Kristiyanto: Justru Bukan Politisasi

Komoditas berikutnya adalah nila salin, dengan nilai pasar dunia mencapai US$ 13,9 miliar pada tahun 2023 dan pangsa pasar 10,9% dunia. Trenggono menyebutkan bahwa Mesir telah berhasil mengembangkan budidaya nila salin dalam skala besar, dan Indonesia seharusnya bisa mengikuti jejak tersebut.

“Masa iya kita nggak bisa. Mesir dia bikin 8.000 hektar dia bikin. Kenapa Indonesia nggak bisa bikin seperti itu?” jelasnya.

Trenggono juga mengungkapkan potensi pasar kepiting dengan nilai pasar dunia US$ 879 juta pada tahun 2023, yang mencakup 7,3% pangsa pasar dunia, serta lobster yang memiliki nilai pasar dunia sebesar US$ 7,2 miliar pada tahun 2023 dan pangsa pasar 0,5%.

Trenggono menegaskan bahwa untuk mengoptimalkan potensi pasar seafood, Indonesia harus mendukung hilirisasi. Namun, ia menekankan bahwa hilirisasi hanya dapat berjalan efektif jika sektor hulu kelautan dan perikanan diperkuat terlebih dahulu.

“Indonesia ini lucu, ngomongnya soal hilirisasi, nggak pernah mikir, hilirisasi itu bisa terjadi dengan sendirinya otomatis kalau hulunya kuat. Pertanyaannya hulunya kita kuat nggak? Udang saja kita nggak kuat, kadang-kadang panen, kadang-kadang gagal,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *