Jakarta, Purna Warta – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri untuk proaktif bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mengawal gencatan senjata di Gaza, Palestina.
Baca juga: Ujian Praktik SIM di Jalan Raya Mulai Diberlakukan Secara Nasional
Gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari 2025 ini, menurut HNW, harus dipatuhi oleh semua pihak, termasuk Israel dan Hamas.
“Sambil kita menyambut baik gencatan senjata itu, tapi juga mengingatkan soal keputusan-keputusan ICJ (International Court of Justice) dan ICC (International Criminal Court) atas kejahatan-kejahatan Israel yang tetap harus dilaksanakan, tidak malah dilupakan atau dimaafkan. Karena gencatan senjata yang ditandatangani oleh Israel dan Hamas (Palestina) serta negara-negara mediator memang bukan untuk melupakan keputusan-keputusan ICC dan ICJ,” kata Hidayat Nur Wahid dalam keterangan, Minggu (19/1/2025).
“Maka Indonesia juga perlu ikut proaktif mengawal gencatan senjata itu agar ditaati dan dilaksanakan semua butirnya, dengan melibatkan negara-negara sahabat di PBB, OKI, negara-negara mediator dan organisasi-organisasi internasional lainnya. Ini sangat perlu dilakukan agar genosida dan kejahatan kemanusiaan di Gaza oleh Israel dapat segera dihentikan, dan penjahatnya dikenakan sanksi hukum sebagaimana keputusan ICC dan ICJ,” sambungnya.
HNW menegaskan bahwa pengawalan terhadap perjanjian gencatan senjata sangat penting dilakukan, mengingat Israel memiliki rekam jejak sering melanggar kesepakatan. Sebagai contoh, gencatan senjata pada November 2024 lalu dengan Lebanon kerap dilanggar oleh Israel yang tetap menyerang Lebanon meski perjanjian telah disepakati.
HNW juga meminta agar Pemerintah Indonesia menjalin komunikasi dengan negara-negara anggota PBB, khususnya mediator seperti Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, untuk memastikan Israel mematuhi seluruh isi perjanjian.
Dia menyoroti dukungan dari Presiden AS saat ini, Joe Biden, dan Presiden terpilih Donald Trump terhadap gencatan senjata tersebut.
“Oleh karena itu, apabila Israel kembali membangkang dengan melanggar perjanjian gencatan senjata itu, maka selain jelas menunjukkan perlawanan terhadap keputusan/policy Amerika Serikat dan arus besar warga dunia yang menyambut baik gencatan senjata, maka seharusnya Israel diberikan sanksi hukum dengan pengucilan Israel dari keanggotaan lembaga-lembaga internasional termasuk dari keanggotaannya di PBB maupun IPU,” jelasnya.
“Dan sudah semestinya kalau pemerintah dan parlemen AS makin menyadari bahwa perilaku Israel justru merugikan kepentingan luar negeri AS, sehingga sudah saatnya AS berpikir serius untuk mempertimbangkan kembali dukungan mutlaknya kepada Israel yang dilakukannya selama ini,” tambahnya.
Meski Israel telah mulai menarik mundur pasukannya dan membuka jalan di Jenin, HNW menyoroti indikasi pelanggaran yang telah terjadi. Ia mengungkapkan bahwa Israel masih menyerang Gaza setelah perjanjian ditandatangani, mengakibatkan korban jiwa, termasuk anak-anak dan perempuan.
“Saya sepakat dan setuju dengan sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang secara terbuka mengutuk keras tindakan kejahatan Israel sesudah ditandatanganinya gencatan senjata tersebut. Semoga pada 19 Januari besok, setelah gencatan senjata itu resmi berlaku, tidak ada lagi pelanggaran atas kesepakatan tersebut,” tuturnya.
Baca juga: Dorong Banten Lama Jadi Cagar Budaya Nasional, Fadli Zon: Harus Ada Kolaborasi Semua Pihak
HNW mengimbau pemerintah untuk terus menjalin dukungan negara-negara di PBB dalam memastikan pelaksanaan keputusan ICC dan ICJ.
“Gencatan senjata ini bukan berarti melupakan dan memaafkan berbagai kejahatan yang telah dilakukan oleh Israel dan pimpinannya. Oleh karena itu, proses di ICJ dan ICC serta upaya untuk menangkap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant serta mereka yang terlibat sebagaimana diputuskan oleh ICJ harus tetap berjalan dan dituntaskan,” ujarnya.
“Hendaknya itu terus dilaksanakan sebagai komitmen penegakan keadilan dan hukum internasional serta menyelamatkan marwah organisasi dan peradilan internasional, seperti PBB, ICJ dan ICC dan peradaban global. Dalam mengawal ini, wajarnya Indonesia menjadi garda terdepan sesuai perintah Konstitusi (alinea ke 4 Pembukaan UUD NRI 1945), sekalian juga untuk membayar hutang sejarah dengan bangsa Palestina yang membantu kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda,” pungkasnya.