Jakarta, Purna Warta – Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mayoritas pengguna media sosial pesimistis bahwa Presiden terpilih, Prabowo Subianto, mampu melunasi utang besar yang diwariskan dari masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Saat ini, Indonesia dihadapkan pada utang yang akan jatuh tempo pada tahun 2025 sebesar Rp 800 triliun.
Eko Listiyanto, Direktur Pengembangan Big Data INDEF, mengungkapkan bahwa penelitian mereka mencakup 18.977 akun media sosial di platform X (sebelumnya Twitter), dengan total 22 ribu perbincangan terkait utang negara.
Baca juga: Piala AFF 2024 Bakal Pakai VAR
Dari hasil tersebut, 72,5% netizen pesimistis bahwa Prabowo bisa mengatasi beban utang ini dalam lima tahun ke depan. “Ini adalah angka yang mengejutkan, menunjukkan bahwa banyak orang tidak yakin Prabowo mampu menangani atau menyelesaikan utang ini dengan efektif,” kata Eko dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Eko menguraikan bahwa pandangan pesimistis ini mencerminkan keprihatinan mendalam masyarakat terhadap kondisi keuangan Indonesia yang dianggap sudah sangat memprihatinkan. Ketidakpastian ini membuat banyak netizen tidak memiliki optimisme terhadap masa depan ekonomi negara.
Lebih jauh lagi, diskusi di media sosial bahkan sudah mencuat ke arah kemungkinan Indonesia mengalami kebangkrutan. Hal ini diperkuat oleh pandangan umum bahwa utang Indonesia terus membengkak sementara bunga utangnya juga meningkat, sedangkan anggaran negara terus mengalami defisit.
“Perbincangan di media sosial sudah mencapai tahap membahas potensi negara kolaps. Walaupun, dari perspektif peneliti, mungkin faktor ini bukan satu-satunya penyebab, tapi ini menjadi indikator penting bagaimana masyarakat merasakan ketidakstabilan ekonomi saat ini,” jelas Eko.
Selain itu, Eko menyoroti bahwa generasi Z secara aktif menyuarakan keprihatinan mereka mengenai utang yang kian menumpuk. Banyak di antara mereka yang merasa bahwa Jokowi telah melanggar janjinya pada kampanye 2014 untuk menurunkan rasio utang terhadap PDB. Faktanya, rasio utang terhadap PDB di masa pemerintahan Jokowi mencapai 40%, jauh lebih tinggi dibandingkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hanya 24,7%.
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga menjadi salah satu topik yang mendapat sorotan tajam dari netizen. Mereka meragukan keberhasilan proyek ini, terutama karena dianggap menambah beban utang negara.
Baca juga: Presiden Jokowi Galakkan Pompanisasi Demi Cegah Mandeknya Produksi Beras RI
“Secara proporsional, mungkin IKN bukan penyumbang terbesar terhadap utang, tapi kekhawatiran ini mencuat karena minimnya investasi yang masuk. Hal ini memicu kekhawatiran tentang bagaimana keberlanjutan proyek ini ke depannya,” ungkap Eko.
Penelitian INDEF ini mencerminkan ketidakpastian dan kekhawatiran masyarakat terhadap kondisi ekonomi Indonesia di masa mendatang, terutama dalam menghadapi beban utang yang semakin besar.