Purna Warta — Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra dalam forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyampaikan bahwa kelompok minoritas di Indonesia kurang mendapatkan afirmasi dari pemerintah di Jakarta, Selasa (15/12).
“Terutama bagi mereka yang memang sudah tersisih dan kemudian terjadi persekusi, itu perlu afirmasi,” kata Azyumardi
Menurutnya, afirmasi itu kurang tampak diberikan pemerintah kepada kelompok minoritas. Misalnya, saat ada pemeluk agama yang ingin mendirikan tempat ibadah.
Azyumardi mengatakan para pengungsi Syiah di Sidoarjo dan kelompok Ahmadiyah di Mataram mengalami persekusi oleh kelompok Islam ‘berjubah’.
Kasus intoleran itu, menurutnya, bukan hanya terjadi di kalangan umat Islam saja, melainkan juga dialami oleh pemeluk agama lain di Indonesia.
“Di wilayah yang mayoritas Kristen, itu Katolik susah bikin gereja. Yang mayoritas Katolik, orang Kristen juga susah untuk membangun,” kata Azyumardi.
Ia berpendapat kelompok dengan relasi kekuatan yang minim di suatu lokasi akan sulit mendapat restu mendirikan tempat ibadah dari kelompok yang memiliki relasi kekuatan yang lebih kuat.
“Ini masalah power relation sebetulnya. Siapa yang merasa dia mayoritas. Jadi, yang begini-begini,power relation yang harus diatur begitu, ya (oleh Pemerintah). Bagaimana supaya adil,” katanya.
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 mendasarkan pendirian rumah ibadah pada komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa. Pendirian rumah ibadah itu dinilai akan sulit dilakukan ketika relasi kekuatan belum merata.
Baca juga: Menteri Agama: Ahmadiyah dan Syiah, Warga Negara Yang Harus Dilindungi