Jakarta, Purna Warta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa banyak generasi muda, termasuk Gen Z, mengalami kesulitan dalam mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) karena masalah yang tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Salah satu penyebab utama adalah tunggakan paylater.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa kegagalan generasi muda ini disebabkan oleh permasalahan tunggakan paylater, kartu kredit, hingga cicilan motor. Catatan kredit mereka dianggap kurang baik.
“Banyak masyarakat kita, terutama generasi muda, tidak bisa mengajukan kredit untuk KPR misalnya karena terlanjur tersangkut di SLIK,” kata Friderica, atau yang akrab disapa Kiki, dalam acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan FLPP dan Tapera 2025 di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Senin (23/12/2024).
“Bisa saya sampaikan yang kesangkut di SLIK saat ini tuh contohnya ya produk paylater, kartu kredit, cicilan motor, dan lain-lain,” sambungnya.
Hal ini diungkapkan Kiki sebagai respons terhadap keluhan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia (DPP REI), Joko Suranto, yang menyebutkan bahwa banyak pengembang menghadapi kendala pembiayaan karena SLIK. Menurut Joko, sebagian besar masalah tersebut berasal dari penggunaan pinjaman online (pinjol), baik legal maupun ilegal.
Namun, Kiki menjelaskan bahwa hingga saat ini, data pinjol legal belum sepenuhnya terintegrasi dengan SLIK. Oleh karena itu, cicilan pinjol legal belum memengaruhi catatan SLIK.
“Kalau untuk pinjol pak, yang legal ya, itu datanya baru mau diintegrasikan jadi pasti bukan karena yang pinjol itu (terkendala SLIK). Jadi karena yang tadi saya sebut pak (paylater hingga cicilan kartu kredit),” jelasnya.
Menurut Kiki, informasi mengenai banyaknya Gen Z yang gagal mengajukan KPR ini sebelumnya diperoleh dari laporan Bank Tabungan Negara (BTN). Menanggapi kondisi tersebut, OJK berusaha mengambil langkah antisipasi melalui berbagai sosialisasi kepada generasi muda.
Sebagai tambahan, Kiki sebelumnya melaporkan bahwa banyak generasi muda mengambil utang melalui skema buy now pay later (BNPL) atau paylater. Ia juga mengingatkan bahaya fenomena seperti fear of missing out (FOMO), you only live once (YOLO), hingga doom spending yang memicu perilaku konsumtif dan berutang.
“Anak muda ini Fomo, kalau nggak ikut khawatir dibilang ketinggalan zaman, terus Yolo. Katanya sekarang tren baru doom spending, belanja serasa mau kiamat. Jadi, anak muda ini kemudian membelanjakan yang dimiliki seolah tidak ada hari besok. Paling gawat belanjanya bukan dari uang yang dimiliki, tapi dari uang yang utangan tadi,” kata Kiki dalam acara Like It yang dilansir dari Youtube OJK, Sabtu (5/10/2024).
Ia menambahkan, fenomena ini mendorong generasi muda untuk berutang, terutama dengan kemudahan akses teknologi seperti pinjaman online dan paylater. “Karena dengan ada pinjol, paylater sangat mudah anak muda kita bisa mendapatkan pinjaman kemudian membelikan barang yang tidak produktif,” terangnya.
Data yang dipaparkan Kiki menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna paylater adalah generasi Z dengan rentang usia 26-35 tahun. Sebanyak 26,5% pengguna paylater berada pada usia 18-25 tahun, 43,9% berusia 26-35 tahun, 21,3% berusia 36-45 tahun, 7,3% berusia 46-55 tahun, dan hanya 1,1% pengguna berusia di atas 55 tahun.
Sebagian besar penggunaan paylater dialokasikan untuk kebutuhan gaya hidup, seperti fesyen (66,4%), perlengkapan rumah tangga (52,2%), elektronik (41%), laptop atau ponsel (34,5%), hingga perawatan tubuh (32,9%).