Dugaan Pegawai ACT Transfer Dana Ke Organisasi Al-Qaeda, Begini Ungkapan PPATK

Jakarta, Purnawarta – Temuan soal bukti transaksi keuangan dari karyawan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke negara-negara yang berisiko tinggi diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, dari hasil koordinasi dan hasil kajian, penerima dari transaksi keuangan yang dilakukan oleh karyawan ACT itu terindikasi berafiliasi dengan organisasi terorisme, Al-Qaeda. Sang penerima, kata dia, pernah ditangkap oleh pemerintah Turki.

“Beberapa nama yang PPATK kaji, berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu ada yang terkait dengan pihak yang… ini masih diduga ya, patut diduga terindikasi. Dia yang bersangkutan pernah ditangkap menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al-Qaeda, penerimanya,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers, di Jakarta, Rabu (6/7/2022).

PPATK masih mendalami lebih lanjut perihal temuan ini. Apakah transaksi keuangan yang dilakukan untuk aktivitas selain donasi.

“Tapi ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau kebetulan. Selain itu ada yang lain yang secara tidak langsung terkait dengan aktivitas-aktivitas yang patut diduga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.

Sebelumnya, PPATK mengungkap transaksi yang dilakukan ACT ke sejumlah negara. PPATK menyebut, selain transaksi dilakukan atas nama Yayasan, ada kiriman dana melalui individu, mulai dari pengurus hingga karyawan ACT.

Ivan menjelaskan salah satu pengurus ACT pernah mengirim dana Rp 500 juta ke sejumlah negara. Transaksi itu dilakukan pada periode 2018-2019.

“PPATK melihat ada beberapa, selain yayasan entitas, yayasan yang melakukan pengelolaan dana, PPATK melihat ada beberapa individu di dalam yayasan tadi yang juga secara sendiri-sendiri melakukan transaksi ke beberapa negara dan ke beberapa pihak untuk kepentingan yang sekarang masih diteliti lebih lanjut,” kata Ivan dalam jumpa pers, Rabu (6/7/2022).

“Misalnya salah satu pengurus itu melakukan transaksi pengiriman dana periode 2018 ke 2019 hampir senilai Rp 500 juta ke beberapa negara, seperti ke Turki, Kyzikstan, Bosnia, Albania, dan India,” lanjut dia.

Selama periode 2 tahun, ada beberapa transaksi yang dilakukan oleh pengurus dan karyawan ACT secara individual ke negara-negara berisiko tinggi dalam pendanaan terorisme dengan nominal total mencapai Rp 1,7 miliar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *