BPOM Tarik Kosmetik Ilegal dari Peredaran

Jakarta, Purna Warta – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) menemukan sebanyak 205.133 pieces kosmetik ilegal dari 91 merek yang beredar di Indonesia.

Temuan ini terdiri dari berbagai jenis pelanggaran, termasuk 79,9 persen kosmetik tanpa izin edar, 17,4 persen mengandung bahan dilarang atau berbahaya, 2,6 persen kosmetik kedaluwarsa, dan 0,1 persen merupakan kosmetik injeksi. Sebagian besar produk ilegal ini merupakan kosmetik impor (60 persen) yang populer di platform daring.

“BPOM bukan saja menemukan kegiatan distribusi kosmetik tanpa izin edar, melainkan juga adanya dugaan tindak pidana berupa kegiatan produksi kosmetik mengandung bahan dilarang/berbahaya, termasuk pembuatan skincare beretiket biru secara massal. Kami juga menemukan adanya pelanggaran yang berulang, yang menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan yang disengaja,” kata Kepala BPOM RI Taruna Ikrar dalam konferensi pers, Jumat (21/2/2025).

Bahan Berbahaya dalam Kosmetik Ilegal

BPOM mengidentifikasi beberapa bahan dilarang yang ditemukan dalam kosmetik ilegal tersebut, antara lain:

Hidrokinon: Berisiko menyebabkan hiperpigmentasi, ochronosis, serta perubahan warna kornea dan kuku.

Asam retinoat: Dapat menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, serta berpotensi teratogenik atau mengganggu perkembangan janin.

Antibiotik: Berpotensi menimbulkan iritasi, bercak kemerahan (eritema), hipopigmentasi, dan meningkatkan risiko resistensi antibiotik.

Steroid: Dapat menyebabkan biang keringat, atrofi kulit, perubahan karakteristik kelainan kulit, fotosensitivitas, perubahan pigmen kulit, dermatitis kontak, hingga reaksi alergi.

Wilayah dengan Temuan Kosmetik Ilegal Tertinggi

Kosmetik ilegal ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, dengan beberapa wilayah mencatat angka temuan yang signifikan, antara lain:

Yogyakarta: Rp 11,2 miliar

Jakarta: Rp 10,3 miliar

Bogor: Rp 4,8 miliar

Palembang: Rp 1,7 miliar

Makassar: Rp 1,3 miliar

“Angka temuan ini menunjukkan bahwa peredaran kosmetik ilegal masih menjadi permasalahan yang perlu diwaspadai, terutama di daerah-daerah dengan tingkat konsumsi kosmetik yang tinggi,” tambah Taruna Ikrar.

Sanksi Hukum bagi Pelaku Pelanggaran

Taruna Ikrar menegaskan bahwa pelaku usaha yang terbukti memproduksi atau mengedarkan kosmetik ilegal dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Pelaku pelanggaran akan dikenakan ketentuan Pasal 435 jo Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah.”

BPOM juga menindaklanjuti empat kasus secara pro-justitia dengan ancaman hukuman bagi pelaku yang melanggar. Selain itu, sanksi administratif yang diberikan meliputi:

Penarikan dan pemusnahan produk ilegal

Pencabutan izin edar

Penghentian sementara kegiatan usaha

BPOM menegaskan akan terus meningkatkan pengawasan terhadap peredaran kosmetik ilegal di Indonesia demi melindungi masyarakat dari produk yang tidak aman dan berbahaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *