Jakarta, Purna Warta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8%, namun terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai target tersebut.
Baca juga: Rumput GBK Aman Jelang Indonesia Vs Australia
Ekonom senior Indef, Dradjad Wibowo, menjelaskan bahwa antara tahun 1961 hingga 2023, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 5,11%. Selama periode tersebut, hanya lima kali pertumbuhan ekonomi mencapai atau melebihi 8%, yaitu pada tahun 1968 (10,92%), 1973 (8,10%), 1977 (8,76%), 1980 (9,88%), dan 1995 (8,22%).
“Ini menunjukkan bahwa dalam 63 tahun terakhir, peluang ekonomi Indonesia tumbuh minimal 8% hanya sekitar 8% juga. Perubahan struktural melalui industrialisasi dan modernisasi memainkan peran dominan dalam pencapaian tersebut,” kata Dradjad dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (8/9/2024).
Dradjad menekankan pentingnya investasi fundamental di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kelembagaan untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa investasi semacam ini tidak akan memberikan hasil dalam jangka pendek karena adanya jeda waktu.
“Saya telah mengevaluasi berbagai jalur untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi. Yang paling potensial adalah melalui stimulus Keynesian,” ujar Dradjad.
Stimulus Keynesian merupakan kebijakan fiskal pemerintah untuk mendorong permintaan agregat guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi, atau untuk menghindari penurunan ekonomi saat kondisi memburuk. Dradjad mengidentifikasi tiga fokus utama stimulus Keynesian yang potensial.
Pertama, kebijakan produktivitas tenaga kerja yang efektif dalam mengatasi kesenjangan produktivitas yang masih tinggi. Kedua, upaya untuk memaksimalkan dampak pertumbuhan jangka pendek dari investasi di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kelembagaan. Ketiga, prioritas harus diberikan pada hilirisasi dan modernisasi sebagai bagian dari perubahan struktural.
“Program APBN harus benar-benar dipilih berdasarkan potensi pertumbuhannya yang tertinggi. Contohnya dalam Asta Cita, meliputi makan bergizi gratis, swasembada energi dan pangan, pembangunan rumah, air bersih, sanitasi, transportasi, dan telekomunikasi,” tambah Dradjad.
Baca juga: Tips Mencegah Penularan Cacar Monyet
Di bidang pendidikan, Dradjad menyarankan agar anggaran tidak hanya difokuskan pada sarana dan prasarana pengajaran, tetapi juga untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan yang memudahkan akses pendidikan bagi anak-anak di desa terpencil.
Selain itu, Dradjad menyoroti pentingnya penyediaan pasar melalui APBN bagi generasi milenial dan Generasi Z di bidang teknologi informasi, pelatihan vokasional untuk manufaktur dan jasa, serta peningkatan produktivitas pekerja melalui standarisasi.
Mengenai sumber pendanaan, Dradjad menjelaskan bahwa dana dapat berasal dari pendapatan negara yang bersifat ad hoc. Ia mencontohkan upaya yang pernah dilakukan saat ia memimpin unit di Badan Intelijen Negara (BIN), yang terbukti berhasil.
“Pendanaan ad hoc ini bersifat jangka pendek. Untuk jangka menengah, fokusnya adalah pada digitalisasi pajak dan cukai, dimulai dari PPN (pajak pertambahan nilai). Nanti di kesempatan lain akan saya uraikan lebih rinci,” tutupnya.