Jakarta, Purna Warta – Warga mengikuti acara gelar griya atau open house di tengah kekhawatiran terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang diprediksi akan mengalami penurunan lebih dalam.
Hal ini disebabkan oleh rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang akan mengumumkan kebijakan perang dagang pada esok hari. Kabarnya, Trump akan memberlakukan pungutan timbal balik sebagai respons terhadap praktik dagang yang dianggap tidak adil oleh pemerintahannya.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan bahwa saat pasar saham kembali dibuka pada 8 April 2025, IHSG kemungkinan besar akan kembali melemah. Dolar AS pun diprediksi terus menguat.
“Masalah perang dagang di 2 April itu, saya sebagai seorang pengamat sudah empis-empisan bahwa ini akan terjadi seperti ini. Apalagi, defisit fiskal yang kemungkinan besar akan melebar. Kalau anggota dewan mengatakan bahwa pada saat pembukaan IHSG akan mengalami penguatan, bagi saya itu tidak terlalu,” kata Ibrahim kepada detikcom, Selasa (1/4/2025).
Selain IHSG, daya tawar rupiah juga diperkirakan akan melemah karena belum adanya intervensi dari Bank Indonesia (BI), yang saat ini masih dalam masa libur.
“Bank Indonesia pun juga tidak melakukan intervensi di pasar. Ini kemungkinan besar Rupiah pun juga akan melemah. Apakah melemahnya mendekati level Rp 17 ribu atau tidak, kita nanti lihat pada saat perdagangan internasional. Kemungkinan besar nanti di hari Rabu (2/4/2025) akan ketahuan di pasarnya,” ungkapnya.
Ibrahim juga menyoroti ketidakpastian terkait pernyataan Trump pada 2 April dan potensi dampaknya terhadap Indonesia.
“Kita juga belum tahu nanti pernyataan Trump tanggal 2 April, apakah Indonesia akan kena juga terhadap perang dagang ini? Kita tahu sendiri, bahwa saat ini Indonesia pun juga sedang mengalami permasalahan ekonomi. Bukan hanya Indonesia, hampir semua negara. Apalagi nanti seandainya Indonesia masuk dalam kancah negara-negara yang surplus, ini pun juga harus siap-siap pemerintah melakukan tanggapan secepatnya,” kata Ibrahim.
Dengan situasi ini, para pelaku pasar dan pemerintah diharapkan terus memantau perkembangan global serta bersiap menghadapi kemungkinan dampak negatif dari kebijakan ekonomi AS.