Jakarta, Purna Warta – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, mengakui bahwa perkembangan jaringan 5G di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, meskipun telah empat tahun diluncurkan.
Nezar mencontohkan perbandingan yang signifikan: Malaysia telah berhasil mencapai sekitar 80% cakupan 5G, sementara Indonesia baru menyentuh kurang dari 10%. Kondisi ini menunjukkan masih banyak upaya yang harus dilakukan pemerintah dan stakeholder untuk memperluas infrastruktur jaringan berkecepatan tinggi di Tanah Air.
“Pemerintah menargetkan setidaknya 30% wilayah Indonesia sudah terjangkau jaringan 5G pada tahun 2030. Ini tentu saja membutuhkan kolaborasi yang cukup kuat dari semua stakeholder di industri tersebut,” ujar Nezar saat ditemui di kantor Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), Jakarta, Senin (27/10/2025).
Meskipun tidak merinci semua hambatan, Nezar menyinggung bahwa salah satu tantangan utama dalam pengembangan 5G adalah keterbatasan spektrum frekuensi yang saat ini dialokasikan untuk operator seluler. Padahal, untuk menghadirkan layanan 5G yang optimal dan maksimal, dibutuhkan lebar pita frekuensi minimal 100 MHz.
Selain tantangan 5G, Nezar juga mengungkapkan bahwa kecepatan internet nasional Indonesia masih perlu ditingkatkan agar mampu bersaing dengan negara-negara lain di kawasan.
“Dari bagian internet masih harus ditingkatkan, memang belum sampai kepada 100 Mbps, masih sekitar 36,7 Mbps. Namun, konektivitas internet kita sudah mencapai 80%,” kata Nezar.
Dengan berbagai inisiatif dan program yang sedang dilakukan oleh industri telekomunikasi untuk memperkuat konektivitas digital, Indonesia menyatakan optimistis mampu mengejar ketertinggalan dalam beberapa tahun ke depan.
“Dengan sejumlah program yang dilakukan oleh inisiasi telco untuk memperkuat konektivitas di Indonesia, saya kira lima tahun ke depan kita bisa bersanding dengan negara-negara tetangga yang sudah mencapai 100 Mbps dan memiliki jaringan 5G yang merata,” pungkasnya.


