Riyadh, Purna Warta – Dalam surat kabar Inggris The Guardian, terdapat laporan mengenai Bujukan Arab Saudi kepada Indonesia untuk menolak investigasi PPB ke Yaman. Hal itu diibaratkan sebagai metode “insentif dan ancaman” sebagai bagian dari kampanye lobi agar nantinya penyelidikan PBB atas pelanggaran hak asasi manusia dalam konflik Yaman yang dilakukan oleh Saudi dan sekutu lewat agresi militernya selama 7 tahun terakhir ini ke Yaman dapat ditutup.
The Guardian menjelaskan laporan yang mereka buat berdasarkan keterangan narasumber dengan pengetahuan yang akurat tentang masalah tersebut.
Pada tahun 2017 silam Dewan HAM PBB sepakat mengirim kelompok “pakar terkemuka” ke Yaman untuk menyelidiki dugaan pelanggaran-pelanggaran HAM setelah hampir dua tahun koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan militer untuk mendukung Presiden Abdul Rabbu Mansour Hadi yang diakui masyarakat internasional, namun digulingkan oleh kelompok Houthi.
Pasukan koalisi itu (Saudi dan sekutu) sama-sama dituding telah membom sekolah, rumah sakit dan berbagai target sipil lain di Yaman.
Setahun setelah disetujuinya keputusan untuk mengirim tim penyelidik itu, Human Rights Watch pada September 2018 menuduh Arab Saudi melakukan “upaya terang-terangan untuk menghindari penyelidikan” tersebut.
Laporan The Guardian itu mengatakan “upaya Arab Saudi berhasil ketika pada bulan Oktober lalu Dewan HAM PBB memutuskan untuk tidak memperpanjang penyelidikan independen terhadap kejahatan perang di Yaman.” Penghentian penyelidikan itu menandai kekalahan pertama badan di Jenewa itu dalam 15 tahun untuk memperpanjang sebuah resolusi.
Yang mana kekalahan pertama ini ditandai dengan pemungutan suara dari resolusi dalam sejarah 15 tahun badan Jenewa itu.
Berbicara kepada Guardian, pejabat politik dan sumber diplomatik serta aktivis dengan pengetahuan orang dalam tentang upaya lobi menggambarkan kampanye siluman di mana Saudi tampaknya telah mempengaruhi para pejabat untuk menghentikan investigasi tersebut.
Cara Saudi Pengaruhi Indonesia
Dalam satu kasus, Riyadh diduga telah memberi peringatan bernada ancaman kepada Indonesia (negara Berpenduduk Muslim terbesar di dunia) bahwa mereka akan menghambat orang Indonesia untuk melakukan perjalanan ke Mekah jika para pejabat tidak memberikan suara untuk menentang resolusi 7 Oktober terkait penghentian investigasi HAM ke Yaman, tulis the Guardian.
Dalam kasus lain, negara Afrika Togo mengumumkan pada saat pemungutan suara bahwa mereka akan membuka kedutaan baru di Riyadh, dan menerima dukungan keuangan dari kerajaan untuk mendukung kegiatan anti-terorisme.
Baik Indonesia dan Togo telah abstain dari resolusi Yaman pada tahun 2020. Tahun ini, keduanya menentang tindakan tersebut.
Dalam pemungutan suara pada Oktober 2021, 21 negara menolak perpanjangan resolusi, 18 menyetujui, tujuh abstain, sementara Ukraina sama sekali tidak mendaftar untuk memilih.
Mereka yang menentang antara lain Bangladesh, Tiongkok, Kuba, India, Indonesia, Libya, Pakistan, Filipina dan Libya.
Sementara yang menyetujui perpanjangan resolusi itu antara lain Argentina, Brazil, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Meksiko dan Korea Selatan. Jepang termasuk diantara tujuh negara yang abstain.
“Ayunan semacam itu – dari 12 ke 21 – tidak terjadi begitu saja,” kata seorang pejabat.
Mengutip sumber-sumber pejabat politik, diplomat dan aktivis – yang tidak semua namanya diidentifikasi dalam laporan itu – The Guardian melaporkan bahwa Arab Saudi “secara sembunyi-sembunyi menggunakan kampanye untuk mempengaruhi pejabat-pejabat agar tidak mendukung perpanjangan resolusi PBB itu.”
John Fisher, direktur Human Rights Watch di Jenewa, mengatakan: “Itu adalah pemungutan suara yang sangat ketat”.
“Kami memahami bahwa Arab Saudi dan sekutu koalisi mereka bekerja pada tingkat tinggi untuk beberapa waktu untuk membujuk negara-negara di ibukota melalui campuran ancaman dan insentif, untuk mendukung upaya mereka untuk mengakhiri mandat mekanisme pemantauan internasional ini.”