Jakarta, Purna Warta – Para pengamat politik menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres akan mempengaruhi sistem demokrasi Indonesia.
Hal tersebut salah satunya disampaikan Direktur PARA Sindycate Ari Nurcahyo dalam sebuah diskusi bertajuk ‘MK Bukan Mahkamah Keluarga: Tahta, Kuasa, Lupa?’ di kantor PARA Sindycate, Jakarta Selatan, Minggu (15/10). Ari menilai putusan MK nantinya akan menentukan langkah putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, yang belakangan digadang-gadang sebagai cawapres.
“Apakah manuver itu sampai menggunakan MK sebagai instrumentasi kekuasaan, tentu bayarannya akan sangat mahal. Reformasi 98 demokrasi yang kita bangun hari ini, mengangkat 3 isu besar yang harus ditegakkan,” kata Ari di kantor PARA Sindycate, Jakarta Selatan, Minggu (15/10/2023).
“Jadi, pola dinasti yang kemudian kita lihat yang sedang dimainkan, saya tidak mau menyebutkan Jokowi, tapi keluarga Jokowi, sebenarnya membahayakan demokrasi kita,” ujarnya.
Ari menyebut, memang hak semua warga negara untuk maju sebagai ketua umum partai, calon legislatif maupun kepala negara. Namun, saat orang tersebut memiliki relasi dengan pimpinan negara, menurutnya hal itu akan berdampak politis.
“Bahwa memang hak semua warga negara menjadi capres cawapres, tetapi tentu menjadi berbeda jika anak presiden, tentu menjadi hak setiap warga negara untuk menjadi anggota atau ketum partai, tentu menjadi beda ketika itu anak Presiden. Tentu cerita menjadi lain ketika Gibran dan Kaesang itu bukan anak presiden,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti mengatakan seharusnya Ketua MK Anwar Usman sejak awal permohonan tersebut dilayangkan tidak ikut andil. Sebab, permohonan ini kerap dikaitkan dengan putra kakak iparnya, yakni Jokowi.
“Mestinya secara etik dari awal, beliau itu deklarasi. Apalagi setelah PSI sebagai salah satu pemohon mendudukkan Kaesang sebagai Ketum, kan lebih kentara lagi. Kalau dulu mungkin beliau masih beralasan PSI partai, tapi setelah PSI mendudukkan sebagai Ketum permohonan itu dilakukan PSI sebagai partai, partai itu sekarang diketuai oleh anak presiden, sementara isu nya berkembang di luar akan didorong salah satu anak presiden sebagai calon wakil presiden, dan kebetulan ketua MK nya adalah ipar presiden, itu sudah segitiga. makanya sejak saat itu menurut saya, Ketua MK menyatakan tidak memberi atau tidak ikut sidang bermuatan dengan gugatan ini,” jelasnya.
Ray pun menilai putusan soal batas usia capres-cawapres nantinya akan berdampak pada integritas dan kepercayaan publik terhadap MK itu sendiri. Sebab, menurutnya MK kini kerap mengurusi hal teknis yang bukan ranahnya.
“Pertama makin terbiasa MK masuk ke hal-hal berhubungan dengan teknis, karena para pemohon ini nggak mendalilkan pasal itu bertentangan dengan konstitusi, kecuali mereka mendalilkan itu. Kedua karena kelihatan muatan politik nya makin kuat, tingkat kepercayaan pada MK bisa menurun, padahal mereka menurut saya adalah penjaga terakhir pemilu demokratif,” pungkas Ray.
Pertimbangan para pengamat politik ini sangat perlu diperhatikan karena hasil analisa tersebut didapat dari berbagai kalangan yang bersangkutan langsung dengan sistem demokrasi di Indonesia.