Jakarta, Purnawarta – Aloysius Renwarin yang menjadi pengacara Gubernur Papua Lukas Enembe meminta KPK untuk mengusut kliennya tersebut secara adat istiadat.
Pertimbangannya adalah karena Lukas Enembe selain menjadi Gubernur Papua juga menjadi kepala suku besar di daerah asalnya.
“Masyarakat Papua mau selesaikan secara hukum adat Papua,” kata Aloysius di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Senin (10/10/2022).
“Berarti semua urusan akan dialihkan kepada adat yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di tanah Papua,” tambahnya.
Dia mengklaim warga Papua juga meminta pemeriksaan terhadap Lukas Enembe dilakukan di lapangan secara terbuka di Jayapura, Papua. Dia mengklaim warga tidak ingin Lukas Enembe diperiksa di Jakarta.
“Pemanggilan terhadap Pak Lukas telah disepakati oleh keluarga dan masyarakat adat Papua, mereka menyatakan pemeriksaan Pak Lukas dilakukan di Jayapura, dilakukan, disaksikan oleh masyarakat Papua di lapangan terbuka ketika diperiksa,” jelas Aloysius.
Dia mengklaim permintaan itu juga berlaku untuk istri dan anak Lukas Enembe, yakni Yulce Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe. Dia mengatakan pemeriksaan bisa dilakukan di Jayapura.
“Juga terhadap Ibu Lukas dan anaknya Bona, tetap dilakukan di Papua, kalau dipaksakan diperiksa di sana,” tutupnya.
Sebelumnya, istri dan anak Lukas Enembe, Yulce Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe, menolak bersaksi di kasus suap dugaan dan gratifikasi APBD Provinsi Papua. Mereka secara resmi menyerahkan surat penolakan menjadi saksi ke KPK.
“Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua mendatangi Gedung Merah Putih KPK, untuk menemui pimpinan KPK di Jakarta, Senin. Kedatangan tim yang bertindak sebagai kuasa hukum dari Yulice Wenda, istri Gubernur Papua Lukas Enembe, dan Astract Bona Timoramo Enembe, anak Gubernur Papua Lukas Enembe, untuk menyerahkan Surat Menolak atau Mengundurkan Diri Menjadi Saksi,” kata tim hukum dan advokasi Lukas Enembe, Emanuel Herdiyanto, dalam keterangannya, Senin (10/10).
Dia menjelaskan, secara yuridis, Yulice Wenda dan Astract Bona Timoramo memiliki hubungan sedarah dengan Lukas Enembe. Menurutnya, dalam Pasal 35 Undang-Undang No 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kliennya tidak wajib memberikan keterangan saksi, apalagi jika tidak menghendaki.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi soal istri dan anak Gubernur Papua Lukas Enembe (LE), yakni Yulce Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe, memberikan surat penolakan jadi saksi di kasus dugaan korupsi APBD Provinsi Papua. Ali menyebut saksi boleh mengundurkan diri ketika diperiksa untuk tersangka yang memiliki hubungan keluarga, namun saksi tidak boleh mangkir dari panggilan penyidik.
“Saksi boleh mengundurkan diri ketika diperiksa untuk tersangka yang masih ada hubungan keluarga. Namun bukan berarti mangkir tidak mau hadir, karena kehadiran saksi merupakan kewajiban hukum,” kata Ali Fikri.
Ali mengimbau agar Yulce Wenda dan Astract Bona dapat bersikap kooperatif terhadap panggilan KPK. Dia mengatakan keduanya dapat menyampaikan keterangannya di hadapan penyidik.
Penolakan tidak masalah, akan tetapi kehadiran juga merupakan suatu kewajiban hukum yang harus dipenuhi oleh saksi. Apabila menolak, maka disampaikan kepada petugas, petugas kemudian yang akan menilai penolakan sebagai saksi tersebut.
Hal ini juga berlaku untuk para tersangka lain dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi kali ini yang hingga saat ini belum diungkap ke publik.