Purna Warta – FIFA merespon cepat sikap sebagian publik Indonesia menentang Israel ikut dalam Piala Dunia U-20. Indonesia langsung dibatalkan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Padahal, ada tiga “dosa” FIFA yang seharusnya dikoreksi lebih dulu.
“FIFA sepertinya tidak mau Israel jadi pusat perhatian lebih lanjut, jadi dengan arogan segera membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah tanpa mempertimbangkan kerugian materil kita,” kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Giri Ahmad Taufik kepada Hukumonline, Jum’at (31/3).
Baca Juga : Angkatan Darat Iran Peringatkan Pesawat Mata-Mata AS di Dekat Laut Oman
Apa saja dosa-dosa FIFA itu? Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) Israel di Indonesia menjelaskan dalam rilis pers yang diterima Hukumonline.
Pertama, Federasi Sepakbola Israel telah melanggar ketentuan Statuta FIFA Pasal 72 ayat (2). Isinya menyatakan “anggota asosiasi dan klubnya dilarang untuk bermain di teritori negara lain tanpa adanya persetujuan dari asosiasi negara tuan rumah”. Faktanya, ada 6 klub sepak bola Israel (Kiryat Arba, Givat Zeev, Maale Adumim, Ariel, Oranit, and Tomer) yang beroperasi di Tepi Barat. Wilayah itu berdasarkan hukum internasional adalah wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel.
Federasi Sepakbola Palestina telah mengajukan keluhan terhadap FIFA di tahun 2015 untuk menghukum Federasi Sepakbola Israel atas pelanggaran terhadap Pasal 72 ayat (2) Statuta FIFA. FIFA memang membentuk Monitoring Committee Israel – Palestine, tapi pada tahun 2017 berkesimpulan tidak dapat memberikan sanksi kepada Israel.
Alasannya karena “kompleksitas, sensitivitas persoalan yang ada, dan menyerahkan isu ini kepada hukum internasional”. Kesimpulan ini telah ditentang oleh berbagai lembaga Hak Asasi Manusia internasional. Pakar Hukum Internasional dan Anggota The Permanent Court of Arbitration, Andreas Zimmerman dari Universitas Postdam menilai sikap FIFA sudah politis dan melanggar Statuta miliknya sendiri.
Baca Juga : Kabinet Israel Setujui Proposal Tentara Pribadi Untuk Ben-Gvir
“FIFA harusnya bersikap tegas membuat Federasi Sepakbola Israel menghentikan 6 klub itu bermain di wilayah Palestina,” kata Giri. Ia melihat jika Israel konsisten dengan Statuta FIFA, publik Indonesia kehilangan satu alasan menolak partisipasi Israel.
Kedua, FIFA terang-terangan menerapkan standar ganda. Komisi independen PBB pada bulan September tahun 2022 menegaskan bahwa penjajahan Israel atas Palestina “tidak sah di mata hukum internasional”. Organisasi HAM ternama dunia seperti Human Rights Watch dan Amnesty International juga sudah mendeklarasikan Israel sebagai negara pelaku Apartheid. FIFA juga menyatakan berkomitmen pada prinsip Hak Asasi Manusia yang tertuang di dalam FIFA Human Rights Policy tahun 2017.
Saufa Ata Taqiyya, peneliti Amnesty International Indonesia membenarkan kesimpulan resmi Israel sebagai negara pelaku Apartheid. “Soal itu ada laporan khususnya di tahun 2022. Human Rights Watch juga buat riset serupa dengan kesimpulan sama,” kata Saufa. Laporan Amnesty International bisa dibaca di tautan ini https://www.amnesty.org/en/documents/mde15/5141/2022/en/ dan laporan Human Rights Watch di tautan ini https://www.hrw.org/news/2021/07/19/israeli-apartheid-threshold-crossed.
Baca Juga : PBB Panggil Bahrain untuk Lepaskan Aktivis Pro-Demokrasi dan Luncurkan Penyelidikan
Ketiga, jika tim nasional Israel dianggap tetap layak ikut serta dalam Piala Dunia U-20, mereka harus dilarang mengibarkan bendera, menggunakan simbol negara, dan mengumandangkan lagu kebangsaan di ajang FIFA. Membiarkan itu semua sama saja mendukung penjajahan pemerintah Israel terhadap Palestina. Penjajahan bertentangan dengan isi FIFA Human Rights Policy tahun 2017.
“FIFA tidak membuka tawaran itu. Sikapnya langsung membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah,” kata Giri. Ia menambahkan Presiden Jokowi sudah memberi jaminan keamanan bahwa tim nasional Israel tetap bisa aman bermain. Aspirasi para Gubernur yang menolak kehadiran tim nasional Israel bisa dianulir oleh Presiden. “Ini soal arogansi FIFA. PSSI harus berani menguji persoalan ini secara hukum ke Court of Sport Arbitration. FIFA setidaknya harus ganti rugi materil,” katanya.