Purna Warta – Mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi era Presiden Gus Dur, Muhammad A.S. Hikam menyebut beberapa universitas yang sangat terkenal di Indonesia sebagai target utama bagi kelompok berpaham radikalisme.
Diantaranya adalah Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).
“Universitas yang sangat terkenal di negara Indonesia, seperti ITB, IPB, UI, UGM, ITS, dan lain-lain itu adalah target utama dari pengembangan dari ide-ide radikalisme tadi itu,” kata Hikam dalam seminar yang digelar Universitas Paramadina, Jumat (3/6).
Hikam mengungkapkan bahwa mahasiswa merupakan target paling penting bagi gerakan kelompok radikal. Tak lain karena jumlahnya yang besar serta bisa menyuarakan aspirasinya ke ranah publik.
Menurut dia, mahasiswa tidak hanya menjadi target penyebaran paham, tetapi juga disiapkan untuk dijadikan aktor utama gerakan radikal.
Pola perekrutan, kata dia, bisa dilakukan secara lembut maupun keras. Hikam menyebut kelompok radikal tahu bagaimana bisa mendapat perhatian di hati mahasiswa.
“Mahasiswa bisa jadi target pengembangan ideologi dan target pelaku di dalam kegiatan-kegiatan…yang suka kita sebut sebagai terorisme,” tuturnya.
Sebelumnya, konvoi motor yang mendukung Khilafatul Muslimin membuat geger tanah air. Menanggapi kejadian ini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI mendorong pentingnya penerbitan regulasi yang melarang penyebaran ideologi anti-Pancasila.
Usulan ini bertolak dari kepolisian yang tak dapat mengambil langkah hukum untuk menindak Khilafatul Muslimin, ormas yang dianggap menyebarkan ideologi radikal.
“Polri memang tidak bisa bertindak karena belum ada regulasi yang melarang penyebaran ideologi mereka,” kata Direktur Pencegahan BNPT RI Ahmad Nurwakhid kepada wartawan, Kamis (2/6).
Menurutnya Indonesia hanya memiliki regulasi yang mengatur tentang larangan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Beberapa diantaranya seperti komunisme, marxisme, leninisme, sebagaimana diatur dalam TAP MPRS XV Tahun 1996 dan Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999.
“Selama ini regulasi yang mengatur tentang larangan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila hanya pada ekstrem kiri,” ujarnya.
BNPT berharap regulasi terkait larangan penyebaran semua ideologi yang bertentangan dengan Pancasila bisa segera disusun. Tak hanya ekstrem kiri, tapi juga ideologi yang dianggap dapat melahirkan terorisme.
“BNPT memandang perlunya perangkat regulasi yang melarang penyebaran semua ideologi yang bertentangan dengan ideologi bangsa Pancasila baik ekstrem kanan dan kiri serta ekstrem lainnya,” ujarnya.
Dia menilai regulasi ini penting diterbitkan, salah satunya alasannya sebagai landasan dalam menindak individu dan kelompok yang melakukan penyebaran ideologi anti-Pancasila.
“Juga menjadi sangat penting sebagai dimensi pencegahan terhadap ideologi yang bisa mendorong lahirnya aksi teror,” tambahnya.
Menurutnya, BNPT dan Polri sejauh ini hanya dapat memonitor pergerakan kelompok Khilafatul Muslimin. Upaya itu, kata dia, sudah dilakukan sebelum konvoi seruan Khilafah itu dilakukan beberapa waktu lalu.
Sebelumnya Densus 88 Antiteror Polri menyatakan tengah mengumpulkan bukti-bukti dugaan tindak pidana terorisme yang berkaitan dengan kelompok Khilafatul Muslimin.
Kepolisian menilai bahwa ormas ini memiliki latar belakang dan juga kedekatan dengan sejumlah organisasi terorisme, sehingga berpotensi menimbulkan kejahatan tersebut.
“Kita lihat nanti apakah ini akan mengarah ke tindak pidana terorisme atau tidak. Nanti berdasarkan bukti-bukti yang akan kami kumpulkan ini,” kata Kabagbanops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, Rabu (1/6).
Aswin menyinggung bahwa kelompok ini sangat berkaitan dengan Negara Islam Indonesia (NII) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Pendiri Khilafatul Muslimin diketahui merupakan mantan kelompok NII dan merupakan salah satu pendiri pondok pesantren Ngruki.
Tudingan ingin mengganggu NKRI sempat dibantah oleh Amir Khilafatul Muslimin DKI Jakarta Muhammad Abudan. Ia menegaskan bahwa pihaknya tak ingin mengganggu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan merebut kekuasaan saat mensyiarkan khilafah di tengah masyarakat.
Mereka pun mengakui kegiatan konvoi tersebut beberapa waktu lalu. Ia mengatakan bahwa hal semacam itu sudah pernah berlangsung sejak 2018.