Eropa Ngeyel Berlakukan Aturan Hambat Kopi-Sawit Indonesia, Ini Langkah yang Diambil Pemerintah

Jakarta, Purna Warta – Uni Eropa (UE) memberlakukan aturan baru yang bisa menjegal produk pertanian, perkebunan, dan hasil kayu RI masuk ke kawasan itu. Untuk itu, pemerintah diminta tegas dan melakukan tindakan balasan atas kebijakan UE tersebut.

Seperti diketahui, Uni Eropa menerbitkan Undang-undang (UU) deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation Regulation/EUDR). UE mengklaim menerbitkan UU karena tak ingin mengonsumsi produk yang dihasilkan karena deforestasi.

Akibatnya, kopi, kakao, sapi, kayu, karet, kedelai, juga cokelat, dan produk hilir konsumsi turunan minyak sawit terancam. Di mana, eksportir diwajibkan harus mencantumkan asal-usul produk pada saat uji tuntas (due diligence) sebelum masuk ke Uni Eropa.

Pemerintah kemudian merespons UU yang diberlakukan mulai 16 Mei 2023 itu. Pada 30-31 Mei 2023, Indonesia bersama Malaysia, sebagai produsen utama minyak sawit dunia, menggelar misi bersama ke Brussel, Belgia. Untuk menyampaikan keberatan atas UU itu.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan, langkah yang ditempuh pemerintah itu sudah tepat. Karena UE telah melakukan diskriminasi.

“Protes pemerintah RI maupun Malaysia atas kebijakan EUDR sudah tepat. Selain kebijakan tersebut bersifat diskriminatif kebijakan EUDR merupakan kebijakan nontariff barrier yang bertentangan dengan prinsip WTO,” kata Tungkot kepada CNBC Indonesia, Kamis (8/6).

“Pemerintah harus menekan UE dengan berbagai saluran baik diplomasi, maupun ancaman retaliasi dengan mengancam pembatalan berbagai kerja sama ekonomi,” tambahnya.

Dia mengatakan, Indonesia bisa memberlakukan kebijakan serupa yang diterapkan UE, yaitu mewajibkan sertifikasi bebas deforestasi atas setiap produk asal UE yang masuk ke pasar Indonesia.

“Bahkan kita bisa mulai berlakukan kebijakan minimum emisi karbon. Setiap produk asal EU yang masuk ke Indonesia diminta agar ada sertifikasi bahwa emisi karbon produk tersebut harus lebih rendah dari emisi produk yang sejenis di Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, Tungkot mengatakan, pemerintah juga harus mempersiapkan strategi dari pasar EU dengan diversifikasi pasar minyak sawit ke kawasan lain seperti Afrika, Eropa Timur dan Asia Tengah. Juga, memperbesar penyerapan minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) lebih besar di dalam negeri.

“Di pihak lain, pemerintah perlu mempercepat penyelesaian legalitas kebun sawit domestik. Agar tidak ada lagi kebun sawit yang diklaim dalam kawasan hutan sebagaimana ditempuh Malasya. Sehingga percepatan sertifikasi sustainability sawit dapat dilakukan,” kata Tungkot.

“Pemerintah seharusnya dan pasti bisa, tinggal kemauan. Tentu dibantu para ahli,” pungkasnya.

Pemerintah menargetkan, perundingan kesepakatan kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia dengan Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/ I-EU CEPA) rampung akhir tahun ini. Hal itu disampaikan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga kepada wartawan usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR bersama Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas), Selasa (6/6).

Saat ditanya soal penundaan pembahasan I-EU CEPA menyusul terbitnya UU itu, Wamendag menegaskan, pemerintah menargetkan perundingan rampung tahun ini. Wamendag menambahkan, pembahasan intensif I-EU CEPA sudah berlangsung intensif dan masuk putaran ke-14.

“Itu kemarin terakhir di bulan Mei, di Belgia. Kami berharap di Desember 2023 ini selesai,” kata Wamendag.

Ini berarti, pemerintah tidak akan menunda perundingan ini meski UE baru saja memberlakukan Undang-Undang (UU) Deforestasi (European Union Deforestation Regulation/ EUDR).

Di mana, akibat terbitnya UU ini, Indonesia dan Malaysia kemudian menggelar misi bersama ke Brussel, Belgia pada 30-31 Mei 2023 lalu. Menyampaikan keberatan kedua negara, sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia atas UU tersebut.

Pasalnya, akibat UU itu, ekspor produk pertanian RI, mulai sawit, kopi, kakao, produk kayu, sapi, sampai turunan coklat bisa kena jegal jika dianggap menimbulkan deforestasi.

Wamendag menuturkan, tak ada kendala signifikan yang menghambat pembahasan I-EU CEPA. “Sebetulnya nggak ada kendala, ini saya pikir lebih karena adanya proses negosiasi. Namanya negosiasi perjanjian dagang itu memang nggak bisa singkat-singkat, pasti ada prosesnya,” katanya.

“Ya, kan kedua belah pihak kita harus bernegosiasi. Udah gitu kita kan sempat kena Covid 2 tahun, kita tidak bisa pertemuan fisik, jadi itu bagian dari sebuah proses yang dilalui. Jadi ini sesuatu yang memang kita sedang dijalankan, dan kita berharap mudah2an Desember selesai,” terang Wamendag.

Sementara itu, Mendag Zulhas saat rapat mengatakan, perundingan kerja sama Indonesia dengan UE itu sudah berlangsung selama 8 tahun. “Kenapa pabrik sepatu pindah ke Vietnam? Karena kita 8 tahun nggak kelar (perundingan I-EU CEPA),” kata Zulhas saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (6/6).

“Kita kalau ekspor sepatu ke UE kena 5%,pak. Padahal untungnya cuma yang 5% itu. Vietnam sudah (ada kerja sama dengan UE), jadi sudah nol. Karena itu, Nike pindah,” ujarnya.

Zulhas menambahkan, perjanjian dagang atau kesepakatan kerja sama ekonomi akan membuka akses bagi produk Indonesia. Dia mencontohkan, ekspor nanas dan pisang RI yang harus melalui Filipina.

“Lampung itu penghasil nanas terbesar dunia, dan pisang. Kita masih harus kirim ke Filipina. Dari situ bisa jual ke Jepang ke negara UE. Karena kalau kita langsung, kena 17 (persen), Filipna nol beanya. Jadi dia nggak ngapa-ngapain untung 17%. Ambil 10% saja, kita daripada kena 17%, jadi kirim saja dulu ke Filipina. Dari situ ke mana-mana,” pungkas Zulhas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *