Purna Warta – Video konvoi motor khilafah yang membawa atribut, dari poster hingga bendera bertuliskan ‘Khilafatul Muslimin’ di Jakarta Timur (Jaktim), viral di media sosial. Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menyatakan ikut menyelidiki konvoi motor ini.
“D88 (Densus 88) sudah monitor dan masih menyelidiki peristiwa ini,” kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar saat dikonfirmasi awak media, Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Dalam mengusut atau menyelidiki peristiwa tersebut, Aswin menyebut, detasemen berlambang burung hantu tersebut bekerja sama dengan satuan kepolisian lainnya.
“Dengan bekerja sama unit kepolisian terkait lainnya,” ujar Aswin.
Sebelumnya, konvoi ‘Khilafatul Muslimin’ ini disebut-sebut terjadi di Cawang, Jakarta Timur pada Minggu (29/5/2022) sekitar jam 09.14 WIB.
Terlihat para pemotor itu melintas bergerombol dengan memakai seragam dengan warna dominan hijau. Para pemotor itu nampak membawa bendera berbahasa Arab berukuran besar. Sejumlah poster berisi pesan terkait khilafah pun turut dibawa peserta konvoi. “Sambut Kebangkitan Khilafah Islamiyah,” bunyi tulisan di salah satu poster yang dibawa pemotor.
Sementara itu, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Brigjen Polisi Ahmad Nurwakhid mengatakan konvoi rombongan seperti ini sebelumnya juga pernah terjadi di Brebes. Aksi ini dilakukan kelompok Khilafatul Muslimin.
“Mereka mengkampanyekan tegaknya sistem khilafah sebagai solusi umat yang dilakukan oleh kelompok Khilafatul Muslimin,” kata Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis, Selasa (31/5).
Nurwakhid mengatakan kampanye ini memiliki visi dan ideologi yang sama dengan HTI yang telah dibubarkan oleh pemerintah. Bedanya, Hizbut Tahrir (HTI) merupakan gerakan trans-nasional dan sedang memperjuangkan sistem khilafah di berbagai negara.
“Sementara Khilafatul Muslimin mengklaim sudah mendirikan khilafah dengan adanya khalifah yang terpilih,” ujarnya.
Menurutnya, genealogi Khilafatul Muslimin tidak bisa dilepaskan dari NII. Sebab, sebagian besar tokoh kunci dalam gerakan ini adalah mantan NII.
Pendiri dan pemimpinnya adalah Abdul Qadir Hasan Baraja mantan anggota NII sekaligus salah satu pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki bersama Abu Bakar Baasyir (ABB) dan lainya, serta ikut ambil bagian dalam Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada 2000.
Nurwakhid menyampaikan setidaknya ada tiga parameter yang bisa dipakai dalam melihat Khilafatul Muslimin.
Pertama, aspek ideologi sangat berbahaya dengan memiliki cita ideologi khilafah di Indonesia sebagaimana HTI, JI, JAD maupun jaringan terorisme lainya. Walaupun dalam pengakuan mereka tidak bertentangan dengan Pancasila. Namun, ideologi mereka adalah mengkafirkan sistem yang tidak sesuai dengan pandangannya.
Kedua, secara historis, ujar Nurwakhid, pendiri gerakan ini sangat dekat dengan kelompok radikal seperti NII, MMI dan memiliki rekam jejak dalam kasus terorisme. Baraja telah mengalami dua kali penahanan.
Penahanan pertama, kata Nurwakhid, pada Januari 1979 berhubungan dengan Teror Warman dan ditahan selama tiga tahun. Selanjutnya, ditangkap dan ditahan kembali selama 13 tahun karena berhubungan dengan kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal 1985.
Ketiga, dampak ideologis, gerakan ini memiliki visi dan ideologi perubahan sistem sangat rentan bermetamorfosa dalam gerakan teror.
“Lihatlah kasus penangkapan NAS tersangka teroris di Bekasi yang ditemukan di kontrakannya kardus berisi Khilafatul Muslimin dan logo bordir Khilafatul Muslimin,” ujarnya.
Selain itu, gerakan Khilafatul Muslimin mudah berafiliasi dengan jaringan kelompok teror seperti ISIS bahkan pada masa kejayaan ISIS pada 2015, Rohan Gunaratna Peneliti Terorisme dari Singapura menggolongkan Khilafatul Muslimin telah berbaiat kepada ISIS.
Terkait sikap BNPT terhadap konvoi dan khilaftul Muslimin, kata Nurwakhid, BNPT diamanatkan sebagai leading sector untuk melakukan koordinasi pencegahan terhadap paham yang dapat mendorong terorisme.
“Terkait Khilafatul Muslimin BNPT telah mengkoordinasikan pemerintah daerah, forkopimda di seluruh wilayah NKRI untuk mewaspadai gerakan ini karena bertentangan dengan falsafah bangsa dan berpotensi melahirkan gerakan terorisme,” ujarnya.