Purna Warta – Setiap tanggal 3 Juli, masyarakat Iran memperingati tragedi penembakan pesawat sipil negara ini di atas perairan Teluk Persia oleh kapal perang Amerika Serikat. Dalam acara tersebut, mereka melemparkan bunga ke laut, lokasi jatuhnya IR 655.
Rapor Amerika Serikat dipenuhi dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Watak jahat dan arogan telah menyatu dengan kepribadian para pejabat pemerintah AS.
Selama 40 tahun sejak kemenangan Revolusi Islam, AS berulang kali melakukan kejahatan terhadap rakyat Iran. Salah satu dokumen kejahatan itu adalah serangan rudal terhadap pesawat penumpang sipil Iran.
Kapal perang AS, USS Vincennes pada 3 Juli 1988 menembak jatuh pesawat sipil Iran di atas perairan Teluk Persia. Penerbangan 655 (IR 655) merupakan sebuah penerbangan terjadwal oleh Iran Air dari Tehran menuju Dubai, via Bandar Abbas. Sebanyak 290 penumpang dan awak kabin gugur, di mana terdapat 66 anak, 53 wanita, dan 46 warga negara asing.
Warga negara asing dalam tragedi ini berasal dari Uni Emirat Arab, India, Pakistan, Italia, dan Yugoslavia.
Wakil Presiden AS waktu itu, George H. W. Bush menyebut tindakan itu sesuai dengan hukum AS untuk membantu memastikan kelancaran transfer minyak dan menjaga jalur perdagangan maritim.
Serangan rudal AS terhadap pesawat penumpang merupakan pelanggaran hukum udara internasional dan aturan dasar untuk menjamin keselamatan dan keamanan maskapai penerbangan internasional. Namun, pemerintah AS tidak pernah menyampaikan permintaan maaf karena membunuh rakyat Iran dan komandan kapal perang itu, William Rogers justru menerima medali Legion of Merit atas pengabdiannya.
Setelah insiden itu, para pejabat Washington dalam sebuah langkah terkoordinasi berusaha menyesatkan opini publik dan menolak bertanggung jawab atas insiden tersebut. Presiden AS saat itu, Ronald Reagan mengatakan pesawat itu bergerak ke arah USS Vincennes dan untuk itu dipukul dengan rudal demi mempertahankan diri dari potensi serangan.
Jenderal William J. Crow, salah satu kepala staf gabungan AS, menyatakan bahwa USS Vincennes melepaskan tembakan dengan tujuan membela diri.
Pada hari-hari berikutnya, Gedung Putih juga menyusun beberapa skenario untuk membenarkan langkah militer AS menggunakan hak membela diri.