5 Teknologi Evakuasi Kapal Selam

Purna Warta – Salah satu kapal selam milik TNI Angkatan Laut (AL) KRI Nanggala-402 dilaporkan hilang, Rabu (21/4). Meski belum dinyatakan tenggelam dan masih ada harapan, ada berbagai teknologi yang biasa digunakan untuk menyelamatkan kru dari kapal selam di seluruh dunia.

Sejak tahun 1939, sebagian besar angkatan laut dunia percaya bahwa penyelamatan memiliki sedikit peluang untuk menyelamatkan kapal selam yang tenggelam.

Meski begitu, pada bulan Mei 1939 Angkatan Laut Amerika Serikat mengevakuasi 33 orang dengan selamat dari kapal selam USS Squalus yang tenggelam yang membuat perubahan paradigma.

1. Kapsul penyelamatan kapal selam

Pada kedalaman kurang dari 250 meter tangki penyelamatan kapal selam (SRC) dapat dikerahkan untuk melakukan penyelamatan dengan cara mengangkut kru kapal yang ada di kapal selam tersebut.

Tangki selam tersebut bekerja dengan cara menempelkan pintu tangki dengan kapal selam. Beberapa teknologi digunakan untuk mencegah air masuk ke ruang tangki penyelamat.

Setelah memiliki tekanan udara sama, maka pintu akan dibuka dan kru kapal dapat berpindah satu per satu ke dalam tangki tersebut. Namun ruang tersebut terbilang kecil, dan tidak banyak menampung kru yang hendak dievakuasi.

Dikutip Naval Under Sea Museum, Angkatan Laut AS telah menggunakan cara itu untuk menyelamatkan 33 orang yang berada di kapal selam USS Squalus pada tahun 1939.

Saat ini SRC tetap menjadi pilihan untuk mengevakuasi kapal selam yang tenggelam, karena desainnya yang sederhana, membuatnya efektif digunakan dan dapat diandalkan.

Berikut macam cara dan teknologi yang digunakan untuk penyelamatan kapal selam yang tenggelam.

2. Kapal kapsul penyelamat DSRV

Dengan tenggelamnya kapal USS Thresher tahun 1963 milik angkatan laut AS, pihaknya menyadari bahwa kapal selam beroperasi lebih dari jangkauan peralatan penyelamat. Maka, AS merancang kapal selam penyelamat (DSRV).

Saat diperlukan, DSRV dapat dengan cepat digunakan melalui laut, udara, atau darat untuk menyelamatkan kapal selam di berbagai lokasi. DSRV diluncurkan pada awal 1970-an, dan berfungsi sebagai sistem penyelamatan kapal selam Angkatan Laut hingga 2008.

DSRV dioperasikan oleh dua nakhoda dari bagian depan, sedangkan bidang tengah dan belakang dapat digunakan untuk menampung hingga 12 orang kru penyelamat.

Kapal induk akan membawa DSRV ke lokasi yang diduga menjadi titik tenggelamnya kapal. DSRV menyelam dan mencari keberadaan kapal selam yang tenggelam.

Jika ditemukan, DSRV menempelkan badan ke kapal selam yang tenggelam, dan orang yang berada di kapal selam itu dapat dievakuasi dengan berpindah ke DSRV.

Pada tahun 2008, Angkatan Laut mengadopsi sistem penyelamatan yang telah diperbarui, yakni Submarine Rescue Diving and Recompression System (SRDRS). Kapal ini melakukan operasi penyelamatan dalam tiga bagian;

– Pemindaian; Memeriksa kondisi kapal selam yang tenggelam dengan menggunakan pakaian selam atmosferik yang dilakukan oleh kru penyelamat.

– Rescue; Meningkatkan misi penyelamatan korban menggunakan modul penyelamatan bernama Falcon.

– Dekompresi; Memindahkan kru dari Falcon ke ruang dekompresi untuk menghindari perubahan tekanan yang tidak terkendali. SRDRS lebih mudah dan lebih cepat untuk digunakan daripada pendahulunya, DSRV.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *