Oleh: Mehrdad Rakhshandeh Yazdi, Konselor Kebudayaan Iran di Jakarta
Imam Khomeini lahir pada tanggal 20 Jumadis-Tsani 1320 H (24 September 1902) di kota Khomein, provinsi Markazi, Iran Tengah dari keluarga agamis, ahli ilmu, dan pejuang, keluarga terhormat yang masih menyimpan darah keturunan Sayidah Fatimah Az-Zahra as, putri Rasulullah saw. Beliau wafat pada hari Ahad, 29 Syawal 1409 (4 Juni 1989).
Pada haul 33 tahun tokoh besar yang diperingati Sabtu, 04 Juni ini, dipersembahkan sebuah tulisan untuk mengenang dan mengingat kembali cita-cita dan pemikiran beliau.
———–
Sejak permulaan masa Islam, rakyat Iran mengenal gagasan-gagasan seputar keadilan dan sistem keadilan pemerintahan Islam yang adil. Mereka mengikuti pasukan tauhid dan menerima nilai-nilai agama samawi Islam tanpa perlawanan. Pemerintahan menurut mereka adalah sebuah media untuk menjamin keadilan sosial dan sarana efektif untuk mencapai nilai-nilai Ilahiah dalam masyarakat.
Dalam sepanjang sejarah, orang-orang Iran pasca Islam patuh kepada ulama dan para marja’ taqlid. Keberadaan pesantren-pesantren agama di berbagai wilayah di Iran, khususnya kota Qom dan di Najaf yang telah lama terbentuk, dan juga kedudukan dan interaksi masyarakat dengan para marja’ menunjukkan kepercayaan mereka terhadap ulama dalam menyelesaikan urusan. Mereka merujuk dalam berbagai peristiwa yang terjadi dan bahkan tidak seharipun mereka menerima pasrah kekuasaan penguasa zalim. Dari sinilah mereka mengikuti arahan ulama dan inspirasi dari cita-cita Islam dalam perjuangan melawan tirani dan kolonialisme. Semua itu dapat dilihat dalam revolusi Islam di bawah kepemimpinan Imam Khomeini.
Revolusi tersebut adalah sebuah revolusi yang mengguncang dan mengejutkan dunia. Pemikir muslim terkenal, almarhum Dr. Kalim Shiddiqi menuturkan: “… Revolusi Islam Iran adalah anugerah Ilahi yang menakjubkan dan dalam sekejap mampu melintasi batas-batas geografis dan memancarkan ledakan cahaya, terutama bagi dunia Islam.
Tampuk kepemimpinan revolusi ini dipikul oleh seorang fakih alim, arif bijak, filsuf pemberani, sastrawan yang dalam ilmunya, mufassir berbashirah, dan politikus ulung. Ia menganggap politik dan perpolitikan bukan sebagai profesi, namun sebagai tugas dan tanggung jawabnya. Kata-katanya menarik dan idenya dinamis, pikiran dan hidupnya adalah ilmu dan amal. Pikiran dan idenya berjalan seiring dengan tindakan, perilaku dan ucapannya. Semuanya memiliki satu kesatuan sempurna. Perbuatannya dapat dipahami dari pemikirannya dan begitu pula sebaliknya.
Salah satu karakter terpenting Imam Khomeini adalah pemikiran ilahi-nya. Imam Khomeini hanya mementingkan keinginan Allah dan apa yang terdapat dalam Alquran dan hadis. Imam Khomeini tidak ada ketakutan dan keraguan di jalan tersebut sehingga layak menjadi bukti nyata dari ayat: “لَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ” (“Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.”). QS. Al-Maidah (05): 54.
Sebagai contoh dapat disebutkan ketika tidak ada seorangpun yang berfikir menentang Syah yang berkuasa di Iran saat itu, Imam Khomeini menyatakan penentangannya dengan berani dan tanpa rasa takut sedikitpun. Imam Khomeini melanjutkan jalannya hingga meraih hasil. Setelah itu, Imam Khomeini menyuarakan slogan “Tidak Barat, Tidak Timur” sebagai pemikiran penting lainnya. Pada saat melawan Amerika dan Israel, Imam Khomeini juga mengirimkan sebuah surat yang tegas kepada Soviet dan Gorbachev.
Dapat dikatakan, pesan pertama dan terpenting yang diserukan oleh Imam Khomeini kepada dunia adalah tauhid dan pembebasan tanpa syarat dari dominasi arogansi global, terutama Amerika. Seruan ini memberikan harapan baru di hati para pejuang penuntut kemerdekaan yang merasakan derita keterasingan Islam.
Imam Khomeini senantiasa menghendaki pemerintahan untuk rakyat, bersama rakyat dan sebagai khidmat (pelayanan) rakyat. Beliau selalu menekankan independensi dan rasa percaya diri, karena faktor efektif terpenting untuk memutus tangan-tangan Timur dan Barat, mencapai kedaulatan dan independensi tidak lain kecuali rasa percaya diri. Semangat ini akan terwujud ketika kita menciptakan perubahan besar yang bermula dari dalam dan luar diri kita sendiri.
Imam Khomeini berkata, “Yang terpenting adalah meyakini dua hal berikut: 1) Meyakini ketidakberdayaan, dan 2) Meyakini kemampuan dan kekuatan. Apabila kita yakin mampu menghadapi kekuatan besar, keyakinan ini akan menyebabkan munculnya kekuatan atau kemampuan untuk menghadapi kekuatan-kekuatan besar. Kemenangan yang telah kalian raih ini karena keyakinan kalian bahwa kalian mampu…”
Imam Khomeini sendiri adalah salah seorang yang anti (kompromi dengan) musuh, memiliki bashirah dan bersuara lantang. Slogan “anti kehinaan” yang diadopsi dari ajaran Islam Muhammadi yang murni diteriakkan dengan keras. Teriakan yang bersumber dari kedalaman iman beliau mampu menggoyahkan musuh dan sekutunya. Kemuliaan turun deras dari ucapan dan kata-katanya, menghidupkan lentera harapan di hati yang telah dingin dan mampu merubah tembaga hati menjadi emas murni sebagaimana elixir asli. Aumannya menjadi petir yang menakutkan bagi kaki tangan arogansi dan menjadi sebuah gerakan yang siap meledak. Ucapan dan wejangan-wejangannya menjadi sebuah percikan (cahaya) untuk menarik para pencari keadilan dan siap mengantarkan mereka kepada keselamatan.
Imam Khomeini selalu memberikan pencerahan dalam setiap kesempatan yang datang dan mengingatkan tujuan-tujuan jahat musuh. Beliau senantiasa mewasiatkan kepada kaum muslimin untuk menjaga jati diri Islam dan memperingatkan rencana jahat musuh untuk merampas nilai-nilai keislaman.
Imam Khomeini berkata, “Hal penting yang kita semua harus perhatikan dan menjadikannya sebagai dasar politik kita terhadap asing (musuh) adalah bahwa musuh-musuh kita dan para pencaplok dunia hingga kapan dan sampai di mana akan tahan terhadap kita dan sebatas mana menerima independensi dan kemerdekaan kita? Dapat dipastikan, mereka tidak berbuat selain berpaling dari segala hal baik dan nilai-nilai spiritual dan ilahiah kita. Alquran menyatakan bahwa mereka tidak akan berpaling dari memerangi kalian, kecuali mereka berhasil memalingkan kalian dari agama kalian.
Pemikiran-pemikiran suci Imam Khomeini akan membekas dalam sejarah bangsa Iran dan di benak penduduk dunia. Rasa tanggung jawab dan kerjasama yang beliau ajarkan kepada semua orang tetap akan dikenang oleh setiap orang. Demikian juga setiap orang tidak akan melalaikan ajaran-ajaran beliau yang meliputi: rasa tidak menyerah kalah terhadap asing (musuh), prinsip dan kemerdekaan yang menjadi hak setiap orang sejak lahir.
Dipublikasikan pertama kali oleh Republika, Selasa, 2 Juni 2020 dengan judul: Mengenang Pendiri Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini