Purna Warta – Dilansir dari Kompas, sejarah kenapa China disebut Tiongkok di Indonesia bermula dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 pada masa pemerintahan SBY tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/PRES.KAB/6/1967.
Berdasarkan Keppres tersebut, nama Republik Rakyat China di Indonesia diubah menjadi Republik Rakyat Tiongkok untuk negaranya, dan Tionghoa untuk masyarakatnya, sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kemudian, alasan kenapa China disebut Tiongkok di Indonesia adalah untuk menghilangkan perilaku diskriminatif serta dampak psikososial masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa.
Haris Prahara dalam Surat kepada Redaksi Kompas yang dimuat di Harian Kompas pada 2 Maret 2017 menuliskan, penggunaan istilah China memang sesuatu yang sensitif khususnya pada masa Orde Baru. “Istilah itu dianggap menyinggung etnis tertentu di Indonesia. Tak jarang pula, pada masa itu, segelintir oknum dalam masyarakat menyalahgunakan istilah China sebagai bentuk perundungan,” tulis Haris.
Sebelumnya, pada September 1996 warga keturunan Tionghoa di Indonesia dicurigai membawa paham komunisme dan diduga terlibat dalam gerakan G30S/PKI. Lalu, dikeluarkan Instruksi Presiden No. 14/1967 tentang larangan warga Tionghoa untuk melakukan tradisi, adat istiadat, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, instruksi tersebut dicabut oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14/1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China. Berkat pencabutan Instruksi Presiden No. 14/1967, warga Tionghoa dapat bebas berekspresi, menjalankan kepercayaan agama, dan menggelar acara/adat istiadat/tradisi tanpa izin khusus.
Seiring berjalannya waktu, istilah Tiongkok dan China pada akhirnya sama-sama digunakan di Indonesia. Beberapa orang, instansi, lembaga, perusahaan, atau media ada yang tetap menyebut Tiongkok, tetapi ada juga yang menggunakan China atau Cina. Itulah sejarah kenapa China disebut Tiongkok di Indonesia dan perkembangannya sekarang.
Dilansir dari Wikipedia terkait jumlah populasi etnis Tionghoa di Indonesia, berdasarkan Volkstelling (sensus) pada masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-Indonesia mencapai 1.233.000 (2,03%) dari penduduk Indonesia pada tahun 1930. Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W. Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961.
Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1% atau 1.739.000 jiwa yang mengaku sebagai Tionghoa. Definisi “etnis” yang dipakai BPS didasarkan atas pengakuan orang yang disensus. Atas dasar ini, jumlah ini dapat dianggap sebagai batas bawah (“lowerbound”) karena banyak warga Tionghoa yang enggan mengaku sebagai “Tionghoa” dalam sensus. Perkiraan kasar yang dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di antara kisaran 4% – 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia.
Menurut Perpustakaan Universitas Ohio, jumlah suku Tionghoa di Indonesia mencapai 7.310.000 jiwa. Jumlah ini merupakan yang terbesar di luar Tiongkok. Sedangkan pada tahun 2006 jumlah etnis Tionghoa di Indonesia mencapai 7.670.000. Poston, Dudley; Wong, Juyin (2016) memperkirakan populasi Tionghoa Indonesia mencapai lebih dari 8.010.720 jiwa.