PurnaWarta — Taliban akhirnya mengizinkan para pelajar perempuan untuk mendapatkan pendidikan akan tetapi bersyarat. Syarat tersebut adalah perempuan harus memakai niqab dan pisah kelas dengan laki-laki.
Sebagaimana dilansir AFP, aturan ini termaktub dalam dekrit yang dirilis otoritas pendidikan Taliban pada Minggu (5/9).
Dalam dekrit itu, Taliban juga mewajibkan pemisahan antara siswa perempuan dan laki-laki. Jam belajar perempuan pun harus selesai lima menit sebelum laki-laki demi menghindari pertemuan keduanya.
Para perempuan kemudian harus menunggu di satu ruangan hingga laki-laki selesai meninggalkan gedung. Setelah itu, mahasiswi baru boleh keluar dari bangunan tersebut.
Selain itu, dekrit itu juga menetapkan mahasiswi hanya boleh diajar oleh perempuan. Meski demikian, Taliban memperbolehkan mahasiswi diajar “pria dewasa” yang berkarakter baik jika tidak ada pengajar perempuan.
“Universitas wajib merekrut guru perempuan untuk murid perempuan sesuai dengan fasilitasnya,” demikian kutipan dekrit yang dikutip AFP itu.
Menanggapi aturan ini, seorang profesor di universitas mengaku bakal kelabakan. Pasalnya, struktur universitas selama ini sudah disusun dengan pencampuran antara siswa dan siswi.
“Secara praktik, aturan ini sangat sulit. Kami tak punya pengajar perempuan yang cukup atau kelas untuk memisahkan para perempuan,” ujar profesor yang enggan diungkap identitasnya itu.
Ia kemudian berkata, “Namun, fakta bahwa mereka mengizinkan perempuan untuk pergi sekolah dan universitas sudah merupakan langkah positif.”
Sejumlah pengamat juga mengamini pernyataan profesor tersebut. Kenyataan bahwa Taliban memperbolehkan perempuan bersekolah memang dianggap kemajuan.
Kala berkuasa pada 1996-2001 lalu, Taliban menerapkan aturan syariah yang ultrakonservatif. Mereka melarang perempuan bersekolah, bekerja, dan terlibat dalam politik.
Saat kembali mengambil alih kekuasaan pada pertengahan Agustus lalu, Taliban berjanji akan memperbolehkan perempuan sekolah dan bekerja.
Namun, banyak pihak meragukan janji tersebut karena beberapa laporan yang masuk tak lama setelah Taliban kembali berkuasa.
Beberapa hari setelah Taliban mengambil alih Istana Kepresidenan, kelompok itu memang terus menggencarkan propaganda di media.
Salah satu propaganda itu mencakup penampilan juru bicara Taliban yang diwawancarai langsung oleh wartawan perempuan di televisi nasional. Namun, di balik itu semua, sejumlah wartawan mengaku dipecat oleh Taliban.
Di lain kesempatan, Taliban memperbolehkan perempuan berdemonstrasi menuntut kesetaraan. Namun, sejumlah perempuan yang ikut serta dalam demonstrasi itu bercerita bahwa pasukan Taliban menembakkan gas air mata ketika mereka berjalan ke arah Istana Kepresidenan.