Oleh: Ismail A Pasannai
Menjadi fakta yang tidak bisa dibantah, diantara negara di Timur Tengah yang tidak bisa ditaklukkan Amerika Serikat (selanjutnya disingkat AS) adalah Suriah dan Iran. Dikedua negara itu tidak ada pangkalan militer AS, tidak ada kedutaan besar hatta sekedar kantor konsulat serta tidak ada hubungan diplomatik. Berbeda dengan Saudi, UEA, Kuwait, Bahrain, Qatar dan Yordania. Bukan hanya kedutaan besar, AS bahkan membuat pangkalan militer di negara-negara Arab tersebut, tanpa ada protes dan diusik sama sekali. Presiden dan pejabat-pejabat AS bisa dengan leluasa keluar masuk di negara-negara kerajaan tersebut, namun tidak untuk Iran dan Suriah.
Iran dan Suriah sampai saat ini masih tegas pada sikap politiknya, mendukung perjuangan Palestina. Di Suriah, ada Yarmouk, kamp pengungsian terbesar bagi pengungsi Palestina, bahkan ada pula kantor buat HAMAS di Damaskus. Kelompok pejuang Gaza dan Palestina, pada setiap kemenangannya dalam perang menghadapi Israel, mereka mengucapkan terimakasih pada Iran atas dukungan dan bantuannya.
Meski bau permusuhan kebijakan politik AS terhadap dunia Islam begitu menyengat, herannya segelintir kelompok Islam justru mengkampanyekan permusuhan kepada Iran dan Suriah dan ngotot membenarkan tindakan raja-raja Arab pro AS itu menginvasi Yaman dan bukannya Israel. Alasannya? karena Iran dan Suriah diklaim sebagai rezim Syiah. Mereka bergerak massif melalui mesin-mesin media yang terus memproduksi berita-berita hoax dengan menyulut isu-isu sektarian. Rezim Suriah diklaim membunuhi secara massal rakyatnya sendiri, sembari menampilkan foto-foto yang justru terbukti itu foto-foto korban invasi Israel di Gaza.
Ratusan gembong narkoba dan pelaku kriminil yang digantung tanpa ampun di Iran, diklaim bahwa Iran menggantung rakyatnya yang Sunni. Semua tuduhan-tuduhan tendensius dan tanpa bukti itu disebar massif untuk menghasut umat Islam Indonesia agar memusuhi rezim Iran dan Suriah. Ada upaya yang tersistematis hendak memindahkan konflik di Timur Tengah untuk juga terjadi di Indonesia.
Meski berkali-kali berita hoax itu dibantah, tapi terus saja berita yang menyudutkan Iran, Suriah dan Syiah beredar dan diulang-ulang. Pejabat-pejabat negara, ulama, tokoh-tokoh Islam dan intelektual Indonesia yang mengunjungi Iran telah membeberkan dan memberikan pernyataan terbuka mengenai kondisi Iran yang sebenarnya, termasuk oleh kepala Duta Besar Indonesia untuk Iran. Bahkan, ulama Ahlus Sunnah Iran sendiri yang langsung membantah dihadapan MUI dan tokoh Islam Indonesia dalam kunjungannya ke Indonesia tahun 2013, bahwa berita terzaliminya komunitas Sunni di Iran adalah propaganda dusta untuk memecah belah Sunni-Syiah. Syaikh Muhammad Taufiq Ramadhan al Bouthi (Ketua Ikatan Ulama Suriah) dalam kedatangannya ke Indonesia tahun 2015, mengingatkan bahaya dibalik propaganda perpecahan Sunni-Syiah. Ia menyerukan umat Islam Indonesia agar selamat, harus bisa menjalin persatuan sesama muslim. Menurutnya negara, umat dan persaudaraan Islam adalah amanah yang harus dijaga, bukan untuk dirusak. Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar Syaikh Ahmad Tayyib ke Indonesia baru-baru ini juga menyebut Sunni-Syiah bersaudara. Pernyataan tersebut mempertegas, memperselisihkan dan mengadu domba antar keduanya, hanya akan memuluskan agenda-agenda musuh untuk menghancurkan umat Islam.
Apa keuntungan yang didapat dari propaganda negatif memusuhi Iran dan Suriah? Apa serta merta negara-negara Islam lainnya menjadi kuat dan mampu membebaskan Palestina dari cengkraman Israel kalau semuanya serentak memusuhi Iran dan Suriah? Apa musuh-musuh Islam menjadi lemah dan tersudut malu melihat betapa kerasnya permusuhan negara-negara Islam lainya pada Iran dan Suriah? Apa serta merta kaum Sunni menjadi lebih Islami dengan terus menerus menghantam Syiah dengan kampanye Syiah bukan Islam? Atau malah sebaliknya, dunia Islam terus larut dalam perseteruan Sunni-Syiah dan melalaikan panggilan zaman untuk persatuan umat Islam. Kesibukan untuk membuktikan kesesatan Syiah atau sebaliknya justru akan melalaikan muballigh-muballigh Islam untuk menyelesaikan isu-isu ummat yang lebih urgen, pendidikan, mengatasi kemiskinan dan menjalankan agenda Islam yang prestisius, menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Pesan dan seruan Al-Qur’an secara tegas menyebutkan, jagalah persatuan. Allah Swt berfirman, “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al-Anfaal: 46). Kekuatan umat Islam ada pada persatuannya, ada pada kesabarannya untuk meninggalkan ego dan fanatisme mazhab. Sementara mereka yang menyibukkan diri dengan isu-isu khilafiyah, tidak punya dalil yang tegas baik dari Al-Qur’an maupun as Sunnah mengapa harus memaksakan pendapatnya bahkan bertindak keras dan kasar pada yang berbeda pendapat. Dalam surah al Baqarah ayat 213 disebutkan, penyebab melarutkan diri dalam perselisihan adalah kedengkian. Sebab jika motivasinya karena taat pada Allah Swt, maka perselisihan tersebut harusnya ditinggalkan dan menyerahkannya pada keputusan Allah Swt, itupun pada hari kiamat, bukan di dunia. “Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka perselisihkan padanya. (Qs. As Sajdah: 25).
Tugas umat Islam, apapun mazhab dan alirannya, adalah berlomba-lomba dalam kebajikan, sebab jika Allah Swt menghendaki maka umat manusia menjadi umat yang satu, namun kenyataannya, tidak. Karena itu, umat Islam hendak diuji dengan perbedaan itu, untuk mengetahui siapa yang paling getol menyebar kebaikan, dan siapa yang malah lebih sibuk mengurusi perselisihan yang justru menghambat laju umat untuk mencapai kemajuannya dan memberi keuntungan besar pada musuh.
Musuh bersama umat Islam adalah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, kezaliman dan permusuhan terhadap sesama hanya karena berbeda. Karenanya, tidak pilihan bagi seorang muslim, selain menjadi agen pemersatu, bukan provokator yang sibuk memecah belah.