oleh: Eko Kuntadhi
Tok. Palu sudah diketuk. FIFA dan UEFA menolak kesebelasan Rusia dari semua pertandingan internasional. Alasannya karena Rusia menginvasi Ukraina.
Termasuk ajang Piala Dunia nanti.
Kita bisa sependapat atau tidak dengan keputusan FIFA tersebut. Bagi yang tidak sependapat kita berargumen karena sepakbola tidak layak dikaitkan dengan politik.
Bagi yang setuju, akan memaklumi ini sebagai reaksi internasional atas kelakuan Rusia yang menginvasi Ukraina.
Ok, kita lepaskan kasus ini sebentar.
Saya beralih ke kasus lain.
Pada 27 Februari 2023, Benyamin Netanyahu mentwit sebuah pernyataan.
“Israel akan tetap melanjutkan rencana perluasan pemukiman di tepi barat. Akan dibangun 7000 ribu pemukiman baru disana.”
Tanahnya dari mana? Dari mengusir orang Palestina yang tinggal di wilayah itu.
Orang-orang didatangkan ke wilayah yang menjadi perkampungan warga Palestina. Para pendatang dikawal polisi. Apa yang mereka lakukan?
“Mereka menyeret orang Palestina dari rumahnya. Anak-anak dan perempuan dihempaskan dari dalam rumah mereka. Para pendatang dengan bantuan tentara bersenjata membakar tempat tinggal tersebut. Membakar mobil. Membakar pekarangan.”
Negara Eropa ngeri melihat kelakuan ini. Jerman, Perancis, Inggris mengecam Israel. Tapi Netanyahu cuek. Dia keukeuh bahwa merampas harta dan tanah orang Palestina adalah cara untuk memperluas negaranya.
Peristiwa ngeri ini baru saja terjadi kemarin. Februari 2023. Tangisan warga Palestina masih terdengar parau saat ini.
Tapi sebetulnya kebrutalan itu sudah berlangsung puluhan tahun. Berlangsung di depan hidung kita.
Tapi pembantaian warga Palestina adalah urusan politik. Sementara sepakbola tidak ada hubungannya dengan politik. Begitu kata sebagian orang yang kebanyakan tutup mata dari tragedi di Huwara, Tepi Barat.
Bagaimana dengan aksi Rusia di Ukraina? Kenapa FIFA dan UEFA menjatuhkan sanksi pada Rusia. Ohh, kalau itu kasus lain. Karena kali ini korbannya adalah Ukraina. Kalau ini kasusnya, sepakbola harus erat kaitannya dengan politik. FIFA perlu bersikap karena rakyat Ukraina jadi korban.
Ukraina sampai saat ini terus melawan Rusia. Seluruh Eropa berusaha membantu dengan mengirimkan senjata. Agar Ukraina bisa melawan Rusia.
Sementara para penduduk Palestina yang diusir dari rumahnya gak punya senjata. Gak punya dukungan militer. Mereka hanya orang biasa seperti saya. Seperti Anda. Seperti kebanyakan kita.
Yang punya rumah kecil. Usaha alakadarnya. Punya anak dan keluarga. Dan semua itu hancur karena ada sekelompok pemukim Israel yang mau mengambil tanah tersebut untuk mereka. Kebengisan itu justru bagian dari rencana pemerintahan Israel memperluas wilayah pemukiman mereka.
Para pembela Israel disini tentu menampik jerit pilu warga Palestina. Untuk kasus sepakbola, mereka setuju sama hukuman FIFA kepada Rusia. Tetapi marah ketika ada yang berteriak bahwa mestinya hukum yang sama juga berlaku untuk kesebalasan Israel.
Ya, gak apa-apa. Dunia memang sering gak adil. Dan sebagian kita –karena alasan tertentu– juga sulit hanya untuk sekadar berfikir adil. Iya, sekadar berfikir dan bersuara.
Sebagian orang marah pada Ganjar Pranowo, yang mencoba menyampaikan pendapat. Karena pendapat Ganjar seperti membuka mata kita dari ketidakadilan di dunia sepakbola.
Tentu saja orang ada yang bilang, kenapa Ganjar harus bicara seperti itu. Bukankah beresiko menurunkan suaranya khususnya dari mereka yang selama ini bersimpati pada Israel?
Justru itu yang menarik. Sebab tidak semua hal harus berkait dengan copras-capres. Pendapat harus disampaikan meskipun kadang tidak menyenangkan sebagian orang.