Experience is the best teacher, pesan dari Cicero, seorang filsuf dan orator ulung Romawi. Artinya, pengalaman adalah guru terbaik. Maksudnya, pengalaman yang didapat seiring berjalannya waktu akan memberi banyak pelajaran. Pelajaran tersebut adalah agar kita menjadi lebih baik dengan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama dan tidak terpuruk pada kesalahan buruk yang terlanjur terjadi. Pengalaman tidak hanya memberi pelajaran pada pribadi namun juga untuk lingkup yang lebih besar: Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai sebuah institusi besar di negara yang sangat besar, Indonesia.
Dalam setiap momennya, TNI sebenarnya dapat menimba banyak pelajaran dan pengalaman seiring dengan berjalannya waktu. Diantara momen yang terbaik, tentu saja, adalah hari ulang tahun berdirinya. Hari sebuah angkatan bersenjata dari sebuah negara yang belum dua bulan merdeka dibentuk. Hari saat itu organisasi kemiliteran resmi memiliki identitas, aturan, dan cita-cita. Di hari itulah, alat negara di bidang pertahanan tersebut sah mengemban tugas pokok menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Hari itu adalah 5 Oktober 1945, yang kemudian setiap tahunnya, diperingati sebagai HUT TNI.
TNI, di usia yang telah menginjak 76 tahun, tak terhitung sudah pelajaran, pengalaman serta cita-cita yang menuntut untuk direalisasikan. Dalam usianya yang ke-76, TNI bukan saja beranjak matang, namun juga telah menunjukkan dirinya sebagai lembaga negara yang kuat dan kokoh. Ibu pertiwi telah menjadi saksi, betapa TNI terus berhasil menjaga kedaulatan negara dari pergumulan politik, konflik kepentingan, kerasnya kontestasi dan kompetisi antar anak bangsa, masa transisi kekuasaan, asimilasi, intervensi, pemberontakan, agresi dan lainnya.
Di awal kemerdekaan, negara kita bukan hanya dihadapkan dengan agresi militer Belanda dan sekutunya yang ingin kembali menjajah tanah nusantara, namun juga harus berhadapan dengan kenyataan pahit, menghadapi saudara sebangsa sendiri yang melancarkan upaya terorisme separatis yang terjadi diberbagai wilayah. Pada era tahun 1945-1965, peran TNI begitu menonjol dalam sejarah revolusi bangsa Indonesia. Menghadapi Agresi Militer Belanda I dan II, TNI telah berperan cukup besar dalam tetap mempertahankan keutuhan Negara Republik Indonesia sampai akhirnya mendapat pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Yang dalam rentang waktu harus mengadapi agresi asing di pusat, juga harus memadamkan pergolakan di daerah. Pada September 1948, Musso menyulut api pemberontakan dengan memproklamasikan Sovyet Republik Indonesia di Madiun dan pada Desember 1948, giliran Kartosuwiryo yang berambisi mendirikan Negara Islam Indonesia di Jawa Barat.
Pasca pengakuan kedaulatan, gejolak di daerah belum terhenti. Tercatat peristiwa APRA di Bandung Januari 1950, peristiwa Andi Aziz di Ujungpandang pada 5 April 1950, peristiwa RMS di Maluku pada 1 November 1950, pemberontakan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan, Pemberontakan DI/TII dalam rentang waktu 1949-1962, pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan pada 1957, Pemberontakan DI/TII di Aceh, dan peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965. Kesemua upaya pemberontakan tersebut berhasil dihadapi dan dipadamkan oleh peran strategis dan kecanggihan taktik TNI di garda terdepan.
Namun perlu dicatat dan harus menjadi pegangan TNI, bahwa keberhasilan TNI dalam menumpas sejumlah upaya gerakan pemberontakan tidak bisa lepas dari peran, kerjasama dan dukungan rakyat pada TNI. Munculnya pergolakan-pergolakan di daerah, berwujud aksi separatisme dan pemberontakan bersenjata, berangkat dari beragam ekspresi dari sebagian kecil masyarakat di daerah yang ingin mengukuhkan eksistensi diri dan tidak jarang merupakan resultante dari akumulasi kekecewaan terhadap pemerintah pusat.
Adanya perbedaan etnik/kesukuan dan kefanatikan terhadap pemikiran/ideologi bahkan agama telah mendorong terjadinya pemberontakan daerah. Begitupun kebijakan pembangunan yang dinilai terlalu sentralistis banyak merugikan daerah, khususnya di luar Jawa. Namun, gerakangerakan seperatis tersebut lemah, dan bisa ditumpas oleh TNI sebagai garda penjaga keutuhan NKRI, karena tidak mendapat dukungan rakyat. Kepercayaan rakyat pada TNI dan keinginan kuat untuk tetap bersatu di bawah naungan NKRI inilah membuat sejumlah ancaman disintegrasi bangsa bisa teratasi. Dan TNI di era tersebut, menggapai masa gemilangnya sebagai organisasi militer yang berhasil menjaga kedaulatan negara dan kehormatan bangsa.
Meski demikian, TNI juga mengalami pasang surut. TNI pernah berada pada titik terendah kepercayaan rakyat, khususnya TNI-AD. Di masa Orde Baru, tidak sedikit lembaran arsip negara harus mendokumentasikan peristiwa tragis ratusan nyawa rakyat melayang di ujung bedil tentara. Pembunuhan massal simpatisan PKI, genosida di Timor Timur, operasi pembasmian GAM di Aceh, insiden Tanjung Priok tahun 1984, Operasi Petrus (penembakan misterius), kerusuhan Mei 1998 serta penculikan dan penghilangan aktivis adalah diantara deretan daftar kejahatan kemanusiaan yang dipercaya dilakukan TNI. Pasca Reformasi, TNI juga segera melakukan pembenahan dan mereformasi diri. Belajar dari pengalaman manis dan pahit yang pernah dilalui. Saat ini TNI justru berada pada tingkat kepercayaan publik dan masyarakat yang paling tinggi. Reformasi internal TNI telah membuahkan hasil yang luar biasa. Hal tersebut dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh rakyat melalui kinerja maupun peran aktif TNI dalam berbagai program pemerintah yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Di bidang politik, yang saat rezim Orba tentara bisa jadi apa saja, dan bisa melakukan apa saja, saat ini TNI tampil professional dengan meninggalkan panggung politik praktis untuk lebih fokus pada peningkatan profesionalitas, modernisasi alat utama Sistem pertahanan (alutsista), sumber daya manusianya serta kesejahteraan prajuritnya.
TNI yang semakin dicintai rakyat saat ini terwujud atas kesadaran yang tinggi, bahwa TNI adalah tentara rakyat, dan bukankah TNI diawal pembentukannya bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang itu hendak menunjukkan bahwa TNI lahir dari rakyat dan berjuang bersama rakyat mempertahankan keutuhan dan kedaulatan NKRI untuk memberikan jaminan keamanan kepada seluruh rakyat. TNI hari ini adalah TNI yang selau terlibat dalam berbagai program nasional yang dicanangkan pemerintah. Mulai dari program penanggulangan bahaya narkotika untuk menjaga kepastian masa depan generasi muda, pembangunan infrastuktur bahkan sampai menjaga ketahanan pangan. Hal inilah yang membuat TNI manunggal bersama rakyat.
Manunggalnya TNI dan rakyat membuat pertahanan NKRI makin kuat, dan memang telah terbukti dengan teratasinya semua ancaman agresi dan disintegrasi bangsa. Sinergitas TNI dan rakyat telah menorehkan catatan membanggakan pada lembaran sejarah perjalanan bangsa.
Bersatu, berjuang, kita pasti menang artinya, kemenangan hanya bisa dicapai jika TNI bersama rakyat. Dengan dukungan rakyat, TNI semakin siap dan mantap melaksanakan tugas-tugasnya. Yang buah dari pelaksanaan tugas-tugasnya adalah kembali untuk kepentingan rakyat.
Dirgahayu HUT TNI ke-76, semoga TNI menjadi angkatan perang yang dibanggakan, baik prajuritnya, alutsistanya maupun profesionalitasnya.
-Ismail A Pasannai-