Oleh: Ismail A Pasannai
Persia yang sejak 21 Maret 1935 berganti nama menjadi Iran, dikenal sebagai negara dengan penganut muslim Syiah terbesar di dunia. 90% muslim di Iran yang berpenduduk total 80 juta jiwa bermazhab Syiah, sementara 10% lainnya beraliran Sunni. Kebanyakan mereka yang Sunni adalah suku Turkmen, suku Arab, suku Balochi dan suku Kurdi. Mereka terkonsentrasi di wilayah barat daya, tenggara, timur laut dan barat laut Iran.
Meski mayoritas penduduk Iran menganut Syiah, namun bukan berarti Sunni tidak eksis di negara Mullah itu. UUD Iran menjamin kebebasan penduduknya untuk menganut keyakinan agama atau mazhab, sehingga tidak ada perlakuan diskriminatif bagi Sunni di Iran termasuk penganut agama lain seperti Yahudi, Kristen dan Zoroaster yang membentuk 2% penduduk Iran. Setiap minoritas mempunyai perwakilan yang duduk di parlemen untuk menyuarakan aspirasinya di pemerintahan.
Komunitas Sunni di Iran hidup aman. Mereka memiliki masjid dan lembaga-lembaga pendidikan keislaman sendiri yang mendapat jaminan eksistensi oleh UU Iran. Tidak sedikit, dalam satu wilayah, komposisi penduduknya terdiri dari Sunni dan Syiah. Mereka hidup harmonis dan berdampingan. Tidak sebagaimana kerap digambarkan media-media mainstream, bahwa penganut Sunni di Iran berada dalam ketertindasan dan tidak mendaptkan hak-hak asasinya. Sikap toleransi umat Islam Sunni dan Syiah di Iran tercermin dalam penyelenggaraan perayaan-perayaan keagaman, khususnya peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.
Versi muslim Sunni, peringatan Maulid Nabi itu bertepatan dengan 12 Rabiul Awal, sementara bagi Syiah peringatan Maulid Nabi jatuh pada 17 Rabiul Awal. Untuk terjalin kedekatan antar kedua penganut mazhab besar ini, pemerintah Iran menetapkan hari-hari antara 12-17 Rabiul Awal sebagai Hari Pekan Persatuan Islam atau dalam bahasa setempat disebut Hafteh Wahdat-e Islami. Ide Pekan Persatuan Islam disebut pertama kali dikemukakan oleh Ayatullah Ali Montazeri yang mengirim surat kepada Kementerian Bimbingan Agama Iran. Ide itu disambut oleh Imam Khomeini dan pertama kali menggunakan istilah Pekan Persatuan Islam dalam pidatonya pada 29 Desemberi 1981. Imam Khomeini berkata, “Kita serukan bahwa kita semua harus bersama, memiliki satu pekan persatuan Islam, sebab Agama kita satu, Alquran kita satu, nabi kita satu.”
Meski demikian, dari keterangan sebuah sumber. Ayatullah Ali Khamanei pada tahun 1977 ketika berada di pengasingan di Sistan dan Baluchestan, salah satu provinsi Iran yang penduduknya bercampur Sunni dan Syiahnya, pernah menyarankan kepada ulama Ahlusunnah di tempat tersebut untuk merayakan Maulid Besama yang diadakan dari 12-17 Rabiul Awal.
Apa saja kegiatan pada Pekan Persatuan Islam?
Setiap tahun selama Pekan Persatuan Islam, Forum Internasional Pendekatan antar Mazhab Islam mengadakan konferensi internasional tentang Persatuan Islam. Konferensi tersebut terselenggara di Tehran dengan mengundang ratusan ulama dan intelektual Sunni-Syiah diseluruh dunia. Delegasi dari Indonesia juga secara rutin hadir dalam konferensi ini. Pada salah satu bagian dari agenda konferensi para delegasi negara bertemu dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamanei. Suasana akrab dan hangat antara ulama dan cendekiawan dua mazhab ini terlihat sepanjang perlaksanaan konferensi termasuk pada momen salat berjamaah. Sunni-Syiah berada dalam deretan shaf yang sama dalam salat. Pada sesi-sesi konferensi, mereka berbincang dan berdiskusi mengenai isu-isu dunia Islam terkini dengan mengedepankan dialog dan kesepahaman, bukan sikap egois dan mau menang sendiri di atas mazhab lain.
Sementara untuk tingkat lokal, kegiatan Pekan Persatuan Islam di Iran diwarnai dengan peringatan Maulid Nabi bersama. Kedua komunitas muslim Sunni dan Syiah saling mengunjungi satu sama lain. Untuk di lingkungan kampus atau lembaga pendidikan, Pekan Persatuan Islam diisi dengan kegiatan lomba menulis ilmiah mengenai persatuan Islam serta menggelar seminar-seminar dengan menghadirkan narasumber dari Sunni dan Syiah.
Dengan situasi pandemi dalam dua tahun terakhir ini, penyelenggaraan Konferensi Persatuan Islam digelar dalam bentuk fisik untuk peserta dalam Iran dan secara virtual untuk peserta luar Iran. Tahun ini, Konferensi Internasional Persatuan Islam terselenggara untuk ke-35 kalinya dengan mengusung tema “Perdamaian dan Menghindari Konflik di Dunia Islam”.
Meski terselenggara tidak sepenuhnya tatap muka langsung sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, namun penyelenggaraan konferensi Pekan Persatuan Islam yang dihadiri 39 negara ini tetap tidak kurang khidmatnya. Umat Islam Sunni dan Syiah di seluruh dunia sepakat bahwa persatuan Islam adalah komponen utama dalam membangun peradaban dunia yang Islami.
Pemerintah Iran menyadari, bahwa Maulid Nabi harus jadi momen persatuan umat Islam, sebab apapun mazhabnya, semua berporos pada kesaksian Muhammad saw adalah Nabi dan Rasulullah dan kelahirannya adalah kegembiraan buat semua muslim, apapun mazhabnya.