PurnaWarta — Dalam makalah kali ini kita akan membahas masalah mengapa orang Kafir biasanya lebih sukses dari orang muslim. Mari kita simak bersama-sama.
- (” …لا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ”) ayat ini adalah ayat untuk menjawab permasalahan dan pertanyaan yang mungkin ditanyakan sebagian muslimin bahwasanya kenapa kehidupan kaum kafir itu terlihat lebih menyenangkan dan bahagia. Yang mana seharusnya mereka mempunyai kehidupan sebaliknya ketika dinisbatkan dengan kehidupan orang mukmin. Nah, pada waktu itu mukminin memang dalam keadaan faqir. Maka dari itu ” لا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ” ini adalah jawaban untuk khayalan orang-orang mukminin yang lemah imannya bahwa sesuatu yang dimiliki orang kafir punya itu sedikit dan tidak abadi. (tafsir Mizan)
- (” لكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ …”) dalam ayat ini terdapat kata nazala yang mana dalam tafsir al-Mizan dimaknai dengan makanan, minuman, dan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh musafir yang akan segera datang. Dan maksud dari dia yang mempunyai keadaan seperti ini adalah mereka yang abrar atau orang-orang yang berbuat baik. dan hal ini bisa diambil dari kalimat di akhir ayat yang berbunyi segala sesuatu yang berada di sisi Tuhan itu lebih baik bagi orang-orang yang suka berbuat kebaikan.
- (” لا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ …”) sebagian orang-orang mukmin berkata dalam hatinya “Seandainya saja kita mempunyai kehidupan orang kafir yang mana mereka mempunyai kehidupan yang bahagia.
- Syane Nuzul: kebanyakan ahli Mekah pada waktu itu adalah sebagai pedagang. Dengan berdagang ini mereka mendapatkan harta yang begitu banyak. Sehingga mereka hidup dengan bahagia di sana. dan hal ini juga didapatkan oleh orang Yahudi yang bertempat tinggal di Madinah. Di sana mereka adalah orang-orang yang mahir berdagang dan ketika mereka pergi ke suatu tempat untuk berdagang maka kala kembali mereka mendapatkan untung yang berlimpah dari dagangannya tersebut. Namun sayangnya pada waktu itu keadaan kaum muslimin malah sebaliknya. Dikarenakan beberapa masalah seperti hijrahnya kaum muslimin dari mekah ke madinah, dan embargo ekonomi kepada mereka yang dilakukan oleh musuh-musuh islam membuat mereka harus hidup, dari sisi materi, dengan penuh kesusahan dan kesulitan. Perbandingan inilah yang membuat mereka bertanya kenapa keadaan orang-orang kafir itu lebih baik dari keadaan mereka yang beriman? Yaitu orang-orang kafir mempunyai hidup yang bahagia dan senang sedangkan orang yang beriman harus hidup dalam keadaan susah dan penuh dengan kesulitan. Dan ayat ini turun untuk menjawab pertanyaan ini.
- Dalam tafsir nemuneh dituliskan bahwa kadang pertanyaan seperti ini menyebabkan keraguan bagi orang-orang yang lemah imannya.
- (لا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلاد) dengan jelas ayat ini menjawab pertanyaan mereka. Poin dalam ayat ini adalah walaupun yang menjadi lawan bicara adalah Nabi saw namun jelas bahwa maksudnya adalah untuk para muslimin. Setelah itu (مَتاعٌ قَلِيل) bahwasanya kemenangan dan penghasilan materi tanpa syarat ini adalah kemenangan yang sementara dan sedikit. (ثُمَّ مَأْواهُمْ جَهَنَّمُ وَ بِئْسَ الْمِهاد) setelah itu tempat tinggal mereka adalah jahanam dan jahanam adalah seburuk-buruknya tempat tinggal.
- Kemenangan orang-orang jahat dan sombong itu mempunyai batasan dan begitu pula dengan kesulitan kaum muslimin juga ada batasnya. Dalam sejarah kita menyaksikan bahwa setelah Islam menang maka keadaan menjadi berbalik. Kaum muslimin mendapatkan keadaan yang lebih baik dibanding kaum kafir. Inilah makna dari (مَتاعٌ قَلِيل).
- Salah satu sebab orang kafir menjadi sukses adalah dalam megumpulkan harta, mereka tidak mempunyai syarat apapun atau bisa dikatakan bebas mutlak. Mereka bisa mendapatkan harta mereka baik tanpa melihat apakah sesuai dengan syariat atau tak sesuai dengan syariat. Misalnya walaupun mereka harus membunuh seseorang yang tak mampu untuk mendapatkan hartanya. Hal ini tidak sesuai dengan orang-orang yang beriman. Mereka mempunyai batasan untuk menjaga asas haq dan keadilan. Hal ini menjadi sebuah tanggung jawab sendiri bagi mereka. Sedangkan kaum kafir tidak mempunyai hal yang perlu ditanggung jawabkan.
- Allah swt, di alam ikhtiyar ini, memberikan kebebasan kepada kedua kelompok ini. Sehingga mereka bisa merasakan sendiri akibat dari perbuatan mereka.