PurnaWarta — Piala Dunia untuk sepak bola yang akan diselenggarakan di Qatar sedang menjadi pembahasan. Jika dulu pembahasan piala dunia mengenai semaraknya perayaan namun tahun ini yang dibahas sepinya perayaan piala dunia sepak bola. Mengapa bisa begini ya?
Seorang penulis di Kaskus menyebutkan bahwa piala dunia belum dimulai, namun banyak orang yang merasa piala dunia kali ini kok sepi kali ya.
Dilansir dari Kaskus, ajang sepakbola terbesar antar negara di dunia tak lama lagi akan dihelat di Qatar. Namun tak sedikit juga orang yang kalau ditanya kapan pildunnya dimulai, masih bingung jawabnya. Bahkan ada yang gak sadar piala dunia tinggal hitungan hari lagi bakal kick off. Ada apa sih dengan pildun 2022 Qatar?
Jawabannya ada diujung langit, eh maksudnya jawabannya sederhananya saja. Dari saya pribadi ada 2 penyebab mengapa Piala Dunia Sepakbola Qatar 2022 ini terasa sepi. Pertama penyebabnya dari Qatar itu sendiri sebagai tuan rumah.
Kontroversi Qatar sebagai tuan rumah pildun
Pertama dalam sejarah, Pildun bakal dihelat di negara Timur Tengah. Pecinta sepakbola banyak yang bertanya-tanya, gimana bisa main bola di wilayah dengan suhu tinggi? Terlebih lumrahnya pildun itu diselenggarakan pada musim panas, ketika kompetisi reguler selesai.
Dari yang sudah saya baca dan ketahui. Qatar klaim mampu mengatasi masalah cuaca di Qatar yang mencapai 50°C ketika musim panas. Konon mereka punya teknologi yang bisa mengubah panas Matahari menjadi listrik untuk kemudian dikonversi menjadi dingin dengan menggunakan AC raksasa.
Tapi kenyataannya pildun digeser ke musim dingin yang dinilai itu merupakan pilihan realistis untuk melaksanakan pertandingan sepakbola di suhu Qatar di akhir tahun.
Dari sini kontroversi mulai berkembang. Bagaimana mungkin EPL, La Liga, Series A, Champions League yang lagi panas-panasnya di stop sebulan penuh untuk pildun demi menghindari cuaca yang panas di musim panas.
Rasanya agak aneh, ketika pecinta bola lagi seru-serunya membully Barca-Emyu, eh tiba-tiba mesti stop dulu. Fokusnya juga jadi terpecah.
Kemudian soal kontroversi Qatar sebagai tuan rumah yang dianggap memiliki banyak belang. Denger-denger sih persiapan pembangunan venue untuk pildun memakan korban jiwa para pekerja.
Dan isunya ada konspirasi dibalik pemilihan Qatar sebagai tuan rumah pildun. Nama FIFA disebut-sebut terlibat dibaliknya. Hmm.. gak tau deh.
Karena Zaman sudah berubah
Dari kontroversi Qatar sebagai tuan rumah yang sudah disebutkan diatas, para influencer sepakbola baik lokal maupun internasional menjadi kurang bernafsu mempromosikan piala dunia.
Karena zaman sudah berubah. Dulu orang-orang jadi gila bola atau mendadak gila bola, karena rata-rata kita masih sering nonton bola. Promosi pildun di tv sangat masiv. Sama seperti sekarang, namun kita sekarang jarang nonton tv. Makanya vibes pildun berasa kurang.
Kembali lagi soal influencer sepakbola tadi. Di zaman digital seperti sekarang, peran influencer itu sangat besar dalam menggerakkan sebuah isu. Namun kalau pemain dan beberapa pelaku sepakbola sudah mulai menyuarakan “boikot” pildun. Maka dampaknya seperti yang kita lihat sekarang kondisinya, sepi.
Terlepas kontroversi Qatar sebagai tuan rumah piala dunia 2022. Ada satu faktor mengapa gaung “demam” bola seperti edisi sebelumnya tidak lagi terasa sama.
Karena era sudah berbeda. Hari-hari ini kita disibukkan dengan aktivitas digital. Beda dengan siaran tv nasional yang mana informasi yang tersaji sama dengan setiap orang.
Di dunia internet, dikenal dengan algoritma. Sederhananya, merupakan suatu sistem yang mana membuat konten (baik iklan maupun non-iklan) yang tersaji di gadgetmu akan menyesuaikan dengan aktivitas digital yang lebih personal.
Pecinta K-POP akan terus mendapat informasi seputar K-Pop, politik dengan politik, gosip dengan gosip dan lain sebagainya. Jadi bagi mereka yang tidak pernah mencari informasi seputar sepakbola di gadgetnya, maka akan sangat minim sekali informasi pildun yang akan didapati.
Semisal you like BTS di Twitter, maka timeline kamu akan terus muncul konten BTS dan ke-Korea-an lainnya. Kecil kemungkinan bakal muncul konten seputar pildun. Begitu juga dengan platform lainnya, seperti Google, pesbuk, IG dan bahkan merembet ke akun belanja online.
Sangat berbeda sekali dengan zaman dahulu, katakanlah era sebelum 2010. Di tv dan radio, hampir selalu terdengar lagu “Waka-waka” hingga “ole-ole”. Dan itu berdampak pada hampir setiap kalangan. Mau tidak mau, yang tidak ngerti sepakbola akan jadi ikut-ikutan demam bola.