PurnaWarta — Kekuatan media sosial menjadi semakin besar dan signifikan ketika suatu konten atau informasi yang diunggah di media sosial tersebut sudah viral. Hal ini terbukti dalam kasus yang terjadi pada seorang mahasiswa Indonesia di Australia yang bernama Bima.
Bima memposting sebuah video di TikTok yang mengkritik pemerintahan yang dinilai korup dan tak mau membangun jalan di Kota Lampung. Video tersebut mendapat respons yang sangat besar dari warganet yang menyatakan dukungan mereka terhadap pandangan Bima.
Dalam waktu singkat, video tersebut menjadi viral dan menyebar dengan cepat di media sosial. Dalam hitungan hari, video tersebut sudah mendapatkan jutaan tayangan dan ribuan komentar dari warganet yang mendukung Bima.
Kekuatan media sosial dalam kasus ini tidak hanya terlihat dari jumlah tayangan dan dukungan yang diterima oleh Bima, tetapi juga dari respons yang diberikan oleh pihak yang berwenang. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan datang langsung ke Kota Lampung untuk mengecek langsung kondisi jalan tersebut pada hari ini, (5/5).
Kejadian ini menunjukkan betapa kuatnya media sosial dalam menggerakkan opini publik dan mempengaruhi tindakan pihak yang berwenang. Dalam kasus ini, media sosial berhasil membantu Bima dalam menyuarakan pendapatnya dan memperjuangkan hak-hak masyarakat.
Namun, kekuatan media sosial juga memiliki sisi negatif yang perlu diwaspadai. Dalam beberapa kasus, media sosial dapat digunakan untuk menyebarkan informasi yang tidak benar atau memicu konflik di masyarakat. Oleh karena itu, penggunaan media sosial harus dilakukan dengan bijak dan bertanggung jawab.
Dalam kesimpulannya, kekuatan media sosial sangat besar ketika suatu konten atau informasi telah viral. Dalam kasus Bima, media sosial membantu Bima dalam menyuarakan pendapatnya dan memperjuangkan hak-hak masyarakat. Namun, kita juga harus waspada terhadap sisi negatif kekuatan media sosial dan menggunakan media sosial dengan bijak dan bertanggung jawab.