Oleh: Ismail Amin
Diakui atau tidak, Imam Khomeini adalah tokoh Islam paling berpengaruh di abad 20. Tidak ada pakar politik dan militer satupun yang menyangka sebelumnya, kedigdayaan rezim monarki Pahlevi sebagai pewaris Imperium Persia yang berusia 2500 tahun bisa ambruk oleh nyaris tanpa perlawanan senjata.
Perlawanan terbuka Imam Khomeini dimulai saat berusia 40 tahun, dengan menulis sebuah karya politik pertamanya pada tahun 1942, dengan judul Kasyf al-Asrar (Penyingkapan Rahasia-Rahasia). Dalam bukunya itu, secara keras Khomeini menyerang negara-negara imperialis dan agen-agennya. Tidak kurang Reza Khan dan Kamal Attaturk disebutnya sebagai agen imperialis yang merupakan musuh nyata umat Islam sehingga harus dilawan karena telah merusak tatanan masyarakat Islam.
Protes Imam Khomeini menjadi lebih keras ketika Shah mengakui berdirinya Israel dan menjalin kerjasama dengan rezim Zionis tersebut. Rumor yang tidak bisa dibantah, SAVAK badan intelijen dan keamanan Iran bekerjasama dengan Mossad, badan intelijen Israel. Bahkan dokumen dari The Library of Congress menyebutkan SAVAK yang dibentuk pada 1957 menjalankan setiap operasinya di bawah pengawasan perwira intelijen Israel dan AS. Kerjasama militer AS-Israel dengan Iran pulalah yang membuat militer Iran paling mengerikan kelima di dunia. Pada tahun 1967 dibangun instalasi nuklir pertama Iran. AS memberi Iran reaktor nuklir dan senjata uranium.
Sebagai balasan, AS berhak ikut mencampuri urusan dalam negeri Iran. Akibatnya, rakyat Iran yang menuai imbas buruknya, sementara Shah dan keluarga kerajaan semakin hidup glamour dan menerapkan gaya hidup barat. Selain itu, melalui Iran strategi-strategi penjajahan dan penguasaan Timur Tengah dirancang AS. Iran di bawah Shah menjadi importir terbesar senjata Israel sekaligus mengekspor minyak ke negara haram tersebut. Israel juga memiliki misi diplomatik di Teheran, melalui sebuah kantor konsulat. Namun kemesraan Tehran-Washington termasuk dengan Telaviv tersebut terusik oleh kekeraskepalaan Khomeini.
Tidak lagi hanya sekedar menulis lembaran agitasi dan berorasi di podium, Khomeini juga memobilisasi massa untuk melakukan aksi mogok nasional. Tahun 1963 Imam Khomeini menentang keras rangkaian reformasi yang dilancarkan Reza Shah. Shah yang menyebut program reformasinya dengan Revolusi Putih, disebut Imam Khomeini sebagai langkah westernisasi Iran dan pencampakkan nilai-nilai Islam.
Akibat penentangan tersebut, Khomeini ditangkap dan dipenjara. Penahanan tersebut justru membuat Imam Khomeini lahir sebagai ikon perlawanan. Gelombang demonstrasi menuntut pembebasannya berlangsung tidak putus-putusnya di seluruh Iran. 10 bulan di penjara, rezim terpaksa membebaskannya. Namun ulama kharismatik ini tidak jera. Ia bahkan berorasi berapi-api menentang kekebalan diplomatik asing. Menurutnya, Iran di bawah Shah hanya jadi kacung Amerika. Pidatonya itu memicu kerusuhan. Tahun 1964 rezim terpaksa menangkapnya kembali dan mengasingkannya keluar Iran. Revolusi Putih Shah yang seyogyanya untuk mencegah Revolusi Merah, justru memberi jalan pada meletusnya Revolusi Islam.
Anti Zionis dan Membela Palestina
Selama perjuangannya melawan rezim kekaisaran, Imam Khomeini selalu menekankan bahwa Israel adalah bibit korupsi yang tumbuh di tanah Islam dan berusaha menghancurkan Islam. Ia menyampaikan ancaman Israel terhadap dunia Islam dengan sangat serius dan konsisten. Imam Khomeini adalah pemimpin dan otoritas agama pertama yang mengeluarkan izin untuk mendukung pejuang Palestina dari harta baitul mal.
Dalam sebuah wawancara dengan koresponden Timur Tengah pada bulan-bulan menjelang revolusi, Imam Khomeini mengatakan bahwa salah satu alasan pemberontakan Muslim Iran melawan Shah adalah dukungan Shah yang tak tergoyahkan untuk rezim penjajah Israel yang telah merebut tanah Palestina. “Kami selalu menentang Shah dan Israel dalam kaitannya dengan perjuangan Palestina. Kami tidak akan berhenti sampai Israel dihancurkan.” (Shahifah Imam, jld. 3, hlm. 186).
Kebangkitan Dunia Islam
Kemenangan Revolusi Islam Iran pada 11 Februari 1979 mengintensifkan perjuangan anti-Zionis umat Islam dan mengubah arah perjuangan Palestina. Imam Khomeini kemudian menyerukan kepada negara-negara Islam dan negara-negara tertindas untuk tidak tunduk pada kekuatan arogansi dunia dan menyatakan Zionis sebagai musuh bersama. Imam Khomeini menampilkan Islam sebagai kekuatan alternatif disaat dunia hanya berpusat pada dua poros, Barat atau Timur. Dia memproklamirkan negara baru yang bukan Barat dan bukan Timur, bukan Sunni dan bukan Syiah: Jumhurriyah Islamiyah Iran. Peta politik dunia berubah, dengan kehadiran republik baru yang mensinergikan teokrasi dengan demokrasi ini.
Kemesraan Shah dengan Israel adalah salah satu motif pemberontakan Imam Khomeini. Dia sendiri mengatakannya, “Saya selalu mengatakan dalam ceramah saya bahwa Shah bekerja untuk kepentingan Israel sejak berdirinya. Dan ketika perang antara Israel dan kaum Muslim mencapai puncaknya, Shah malah merampas minyak kaum Muslim Iran dan memberikannya kepada Israel. Ini telah menjadi salah satu faktor dalam penentangan saya terhadap Shah. “(Shahifah Imam, jld. 5, hlm. 187).
Tergulingnya Shah dan berubahnya Iran menjadi Republik Islam adalah pukulan dasyhat pertama yang serius bagi eksistensi Israel. Hanya berselang beberapa hari dari menangnya Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini mengundang Yasser Arafat (ketua PLO) untuk menerima langsung kunci Kantor Kedutaan Besar Palestina di Tehran. Itu adalah Kedubes pertama Palestina di dunia yang kantornya sebelumnya adalah kantor konsulat Israel. Imam Khomeini secara simbolis ingin menunjukkan dukungannya pada Palestina tidak main-main. Dia telah membuka kedubes untuk Palestina disaat Palestina sendiri belum berdiri sebagai negara berdaulat. Imam Khomeini juga menetapkan Jumat terakhir Ramadan sebagai Yaumul Quds. Hari turunnya umat Islam seluruh dunia meneriakkan dukungan pada Palestina dan mendoakan kehancuran Israel.
Pengkhianatan Bangsa Arab
Hanya saja, politik pecah belah AS bekerja efektif. Itu juga karena kebodohan pemimpin-pempin Arab yang cinta dunia. Iran yang Persia dan Syiah diadu dengan negara-negara Arab dan Sunni. Selama 8 tahun rezim Saddam menginvasi Iran dengan senjata berat. Sementara Arab Saudi mengucilkan Iran dari dunia Islam dengan fatwa Syiah sesat. Pengkhianatan bangsa Arab ini pernah dinubuatkan Nabi Muhammad saw. Ketika surah Muhammad ayat 38 turun yang menyebut bahwa Allah akan menggantikan kaum Arab jika berkhianat dengan kaum lain. Abu Hurairah bertanya, “Ya Rasulullah siapa yang akan menggantikan kami jika kami berpaling?” Nabi Muhammad saw menjawab, “Mereka adalah bangsa Persia.” (HR. Tirmidzi). Sampai saat ini, pemimpin-pemimpin Iran masih konsisten dengan garis perjuangan Imam Khomeini, bahwa Revolusi Islam Iran belum menang sepenuhnya sebelum Palestina meraih kemerdekaannya. Sementara sejumlah negara Arab memilih normalisasi dengan Israel.
Dirgahayu Kemenangan Revolusi Islam Iran ke 43.
*Mahasiswa S3 Universitas Internasional Almustafa Republik Islam Iran
(Dimuat dalam Harian Tribun Timur Jumat, 18 Februari 2022 dengan judul, “Imam Khomeini dan Kebangkitan Dunia Islam”)