PurnaWarta — Sebuah pertanyaan mendasar bagi mereka yang sedang mencari pekerjaan adalah apa yang harus dilakukan jika ada perusahaan yang menahan ijazah ketika kita masuk kerja? Apakah kita harus memberikannya atau lebih baik mundur saja
Dilansir dari Kaskus, kemarin pagi adiknya teman saya mendapat panggilan wawancara kerja disebuah perusahaan cukup terkenal. Dia bertanya kepada kakaknya dan kebetulan saya sedang bersama mereka “Kak, katanya kerja disana ijasah harus ditahan, ambil nggak ya?”, katanya.
Adik teman saya itu baru lulus kuliah dan belum punya pengalaman sesuai dengan keilmuan yang dia dapatkan di kampusnya. Ulil, sebut saja nama panggilan akrabnya itu dia terlihat semangat ingin bisa segera bekerja tapi ragu karena ijasahnya nanti harus di tahan diperusahaan tersebut.
“Kamu kan belum pengalaman kerja, nanti kalau kamu nggak betah kerja, minta keluar bakalan repot nanti..,” kata kakaknya. “Cari perusahaan lain saja, belum apa-apa main tahan emangnya kamu tahanan..,” kata saya meledek.
Dari situ timbul ide saya untuk menulis thread ini. Saya tuh suka heran kok ada perusahaan yang ‘berkuasa’ menahan ijasah karyawannya, sebagai pengganti jaminan tertentu gitu? Adilkah? Sebegitu berharganya sebuah ijasah? Padahal jika mereka sampai menahan ijasah yang tentunya tidak hanya satu buah ijasah, ada puluhan ijasah asli mereka kumpulkan tentu beresiko tinggi bagi keduanya.
Resiko yang paling mudah dikenali adalah bagaimana jika ijasah itu hilang atau disalah gunakan? Ya, ada sih perusahaan yang mungkin menggunakan jasa pihak ke tiga yang menjamin keamanan sebuah dokumen tapi tidak akan berdaya jika terjadi bencana alam atau hal diluar keinginan manusia. Tentu tidak ada yang bisa menjamin! Karyawan kehilangan ijasah dan perusahaan bakal kena tuntutan.
Kalau perusahaan berkilah “Namanya juga musibah..” saya rasa ini tidak adil, cari aman dan menghindar dari tuntutan karyawannya kelak. Padahal ada cara terbaik sebelum hal buruk itu terjadi.
Mengapa ada perusahaan yang masih tega menahan ijasah seorang karyawan tentu beralasan, karena mungkin tanggung jawab karyawan itu berhubungan dengan rahasia perusahaan, keuangan atau keamanan yang terlalu beresiko.
Tapi apapun alasannya seharusnya ada cara yang lebih baik daripada harus menahan ijasah seseorang yang dia perjuangkan bertahun-tahun lalu tanpa kuasa menerima resiko kehilangan ijasahnya karena aturan sepihak perusahaan. Bagaimanpun juga ijasah adalah ‘harta’ berharga bagi orang lain untuk merubah nasib hidup seseorang.
Kalaupun misal kamu terpaksa ‘menerima’ dengan segala kosekwensinya maka kamu juga harus punya posisi tawar yang tinggi. “Kalau ijasah saya di tahan, maka jaminan dan prospek apa yang bisa saya dapatkan di perusahaan ini?”
Ketika ada seorang pelamar kerja dihadapkan oleh ketentuan perusahaan akan menahan ijasah maka keputusan ada ditangan si pelamar, fikirkan panjang kali lebar dan luasnya terlebih pelamar belum berpengalaman, khawatir nggak betah lalu kabur tentu rugi dua kali. Pertama ijasah ditahan, kedua jadi pengangguran lagi. Jangan gambling, daripada beresiko cari saja perusahaan lain yang lebih ‘ramah’ dan fleksibel dengan pelamar, pasti ada.
Jalan terbaik menurut saya adalah daripada main tahan ijasah pelamar lebih baik pihak Human Resource melakukan pendekatan dan pengamatan langsung seperti melakukan background check pada saat proses rekrutmen kepada kolega, saudara dan orang tuanya, meminta nomor kontak darurat keluarga atau saudara yang dapat dihubungi, mencari tahu rekam jejak media sosialnya, checking pada perusahaan sebelumnya, wajib membawa KTP, KK, NPWP asli (ditunjukkan pada saat interview/pemberkasan), membuat perjanjian tertulis diatas materai tentang tindakan kecurangan atau keluar kerja dengan syarat dan ketentuan.
Terlihat merepotkan bagi HR? Yah, namanya orang kerja dan mereka juga harus serius melakukannya demi kebaikan bersama. Bagi saya perusahaan yang menahan ijasah pelamar kerja adalah tipe perusahaan yang tidak percayaan terhadap karyawannya, perusahaan tidak memiliki jaminan dan kualitas terbaik sehingga membuat karyawan beresiko ‘tidak betah’ atau tidak loyal dalam bekerja, perusahaan tidak ingin repot.