PurnaWarta — Beberapa kali dunia pendidikan di Indonesia diramaikan dengan murid dengan gurunya atau dosen dengan mahasiswanya. Sampai-sampai kasus tersebut tiba dan berakhir di meja sidang. Ada yang diselesaikan dengan penjara dan bui, ada juga yang berujung dengan jalan damai. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan pendidikan Indonesia?
Apakah sekarang sikap anak-anak yang terlalu cemen, sehingga mereka tidak mau menerima perintah dari gurunya, hanya ingin menjalankan kegiatan sekolah sebagaimana yang mereka sendiri hendaki. Atau memang anak-anak sekolah sudah kehilangan arah dan tak menemukan tujuan lagi dengan apa yang mereka sedang kerjakan, sehingga tatkala mendapatkan mendapatkan perintah atau ditegur sedikit agak berlebihan maka ia segera mengadukan pada orang tuanya.
Atau bisa jadi mereka memang sudah lelah dengan keadaan dan masalah di negara kita. Mereka lelah dengan para pemimpin negri yang mana mereka yang merupakan wakil negara bahwa notabennya berpendidikan tinggi, namun tidak bisa diandalkan dan diteladani. Anak-anak sekolah lelah dengan semua ini. Mungkin sebagian dari mereka berpikir bahwa untuk apa saya sekolah, toh mereka yang berpedidikan tinggi saja kelakuannya seperti itu. Jika seperti ini maka sekeras apapun pemerintah berusaha untuk mensukseskan program pendidikan maka penulis berpendapat kesuksesan itu tak akan terwujud.
Karena pembahasan penulis tentang pendapat dua filsuf besar Yunani pada jamannya berkenaan tentang “suksesnya pendidikan” yang mudah-mudahan bisa direalisasikan oleh pemerintah dan mengatasi problem pendidikan di negri tercinta ini, maka penulis akan memulai dengan pendapat Plato bahwa salah satu syarat untuk sukses dalam mendidik adalah menyiapkan lingkungan yang bersih baik lahir maupun batin. Sukses di sini adalah sampai pada tujuan dan tujuan pendidikan menurut Plato adalah kebahagiaan.
Apakah kita melihat bahwa sekarang, lingkungan sekolah kita atau lingkungan tempat tinggal kita sudah bersih lahir dan batinnya? Yang mana hal itu bisa dilihat dari negara kita sendiri. Lingkungan negara atau lebih tempatnya orang-orang dan para pembesar yang mengurus negara kita saja, tidak sedikitnya menyuap untuk bisa duduk di kursi tersebut dan setelah itu korupsi, uang rakyat mereka ambil untuk mengembalikan kembali modal kampanye dan suap. Jika lingkungan masih seperti ini, sesuai dengan yang dikatakan Plato, mana mungkin pendidikan di Indonesia bisa sukses.
Selain itu Plato juga mengatakan bahwa negara berkewajiban untuk menyediakan sarana pendidikan bagi masyarakat dan kembali lagi ia menekankan bahwa negara juga berkewajiban untuk menjaga tatanan sosial dari kerusakan lahir maupun maknawi. Karena kalau tatanan sosialnya buruk atau lingkungan sosialnya buruk maka pendidikan masyarakat tak akan ada pengaruh dan berbuah hasil. Maka dari itu negara berkewajiban selain menyediakan sarana pendidikan, juga harus bisa menciptakan tatanan sosial yang baik untuk masyarakat.
Hampir sama dengan Plato, Aristoteles berpendapat bahwa kesuksesan dalam mendidik juga bergantung pada sosial, politik negara, dan pendidikan seseorang juga. Karena selama sosialnya, politiknya, dan yang lainnya masih kotor maka etika masyarakat khususnya para pelajar pun akan terpengaruh dan menjadi kotor. Kenapa ia berkata begitu, karena Aristoteles menganggap bahwa pelajaran etika harus didahulukan sebelum pendidikan dan kegiatan belajar mengajar pelajaran yang lainnya. Sehingga apabila etikanya masih buruk maka sampai kapanpun pendidikan tidak akan pernah suskes.
Menariknya Aristoteles berpendapat bahwa kalau ingin pendidikan sampai pada tujuan yang mana tujuannya adalah menjadi manusia seutuhnya dan sedangkan menurut Plato tujuan pendidikan adalah kebahagiaan, maka anak-anak harus dijaga sedari sebelum lahir dan ketika kecil tatkala bermain dari lingkungan dan orang-orang yang mempunyai etika buruk. Ringkasnya kalau ini yakni menjaga anak-anak sedari kecil dari lingkungan yang buruk itu dilakukan maka pendidikan akan sampai pada apa yang dicita-citakan.
Selain itu, peran keluarga juga penting dalam mendidik anak. Aristoteles berkata bahwa memang pendidikan itu menjadi tanggung jawab negara hanya saja keluarga berkewajiban mendidiknya sampai umur lima atau tujuh tahun. karena menurutnya seperti setetes madu yang akan hilang rasa manisnya tatkala dalam lautan air tawar maka jikalau anak-anak jauh dari keluarganya, kelembutan hati mereka akan hilang. Karena kelembutan anak-anak berperan penting dalam membentuk etika mereka.
Kesimpulannya, seperti apa yang dikatakan Plato, untuk sampai pada pendidikan yang sukses, pemerintah harus bisa menyediakan, menciptakan, dan menjaga lingkungan yang bersih baik dari segi lahir dan batin. Juga menurut Aristoteles, selama etika sosial masih buruk dan kotor maka pendidikanpun tak akan pernah sampai pada tujuannya dan maka dari itu ia berpendapat bahwa yang harus dipelajari terlebih dahulu oleh sekolah adalah pelajaran etika. Serta ia mengingatkan bahwa keluarga juga berperan penting dalam menumbuhkan etika dan akhlak yang baik seorang anak.
Mudah-mudahan apabila semua ini dilakukan maka problem pendidikan yang ada di Indonesia sekarang bisa musnah dan pendidikan di negara kita tercinta bisa sampai pada tujuannya.