PurnaWarta — Ketika kita melihat sebuah sifat yang ada pada setiap wujud dan manusia maka kita akan mendapatkan dua hal. Yang pertama bahwa sifat itu nisbi.
Adapun maksud dari nisbi misalnya ketika kita mengatakan bahwa dia itu cantik maka hal ini didapatkan karena yang lain tidak cantik. Bisa juga dikatakan jika tidak ada kata jelek maka kata cantik tidak akan ada. Jika tidak ada rasa lapar maka rasa kenyang tidak akan bermakna. Begitu pun sebaliknya, rasa kenyang ada karena ada rasa lapar.
Jika kita perhatikan keadaan dan kualitas sifat di dunia itu nisbi. Lebih jelasnya putihnya tissue itu adalah putih ketika dibandingkan dengan sesuatu yang tidak punya warna putih. Ketika putih dan hitam bersamaan maka kita akan mendaptkan mafhum putih dan hitam. Kualitas, keadaan, dan sifat di dunia itu nisbi dan mempunyai sedikit juga banyak.
Adapun ciri yang lain dari sifat itu adalah itibari. Misalnya ketika seseorang disebutkan mempunyai sebuah mobil maka ketika orang tersebut menjual mobil itu dan kepemilikannya pindah pada orang lain, apakah ada yang berubah dari keadaan ruh, bentuk, wujud dzahir dari orang yang menjual mobil tersebut? Perubahan yang terjadi hanya dulu ia memiliki mobil namun sekarang dia bukan jadi pemilik mobil.
Jadi itibari bukan merupakan amr haqiqi atau sesuatu yang haqiqi.
Kebalikan dari semua ini yakni sifat yang nisbi dan itibari, Allah swt mempunyai sifat Asmaul Husna yang mana sifat-sufat suci nan agung ini merupakan sesuatu yang haqiqi. Sifat Asmaul Husna mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sifat-sifat yang kita saksikan sehari-hari pada makhluk-makhluk-Nya. Yaitu kita tidak bisa membandingkan sifat Allah dengan yang lainnya. Misalnya Allah lebih kuat dari Fulani. Akan tetapi Kekuasaan Allah swt adalah Kekuasaan yang mutlak yang mana tidak ada batasan dan ukuran.
Selain itu dalam sifat Ilahi tidak ada keadaan yang biasanya terjadi pada sifat-sifat makhluk. Namun sifat Ilahi itu tidak terbatas yang mana pengetahuan akan sifat Ilahi mempunyai dampak penting untuk ketauhidan kita.