Yerusalem, Purna Warta – Hari Nakba atau rakyat Palestina menyebutnya Yaum an-Nakbah atau hari kehancuran adalah tragedi paling memilukan bagi bangsa Palestina. Pada 14 Mei 1948 diproklamasikan berdirinya Israel oleh orang-orang Zionis yang diklaim sebagai perwujudan dari cita-cita bersejarah kaum Yahudi. Namun bagi bangsa Palestina, hari itu adalah hari malapetaka yang menandai pengusiran ratusan ribu orang Palestina secara paksa dan dari tanah yang ditinggalkan itulah dicaplok sebagai wilayah Israel. Hari Nakba diperingati oleh rakyat Palestina setiap 15 Mei.
Baca Juga : 75 Tahun Tragedi Nakba, Awal Mula Ketertindasan Rakyat Palestina
Beberapa tahun sebelum 1948 secara bergelombang orang berdatangan tanpa identitas dari banyak negara Eropa dengan dibiayai pengusaha kaya Yahudi dan dilindungi secara militer oleh Inggris yang saat itu mendapat mandat atas Palestina. Bersamaan dengan kedatangan itu dilakukan pengusiran terhadap 800 ribu rakyat Palestina dari kampung-kampung mereka. Pengusiran besar-besaran dimulai dengan terlebih dulu melakukan pembantaian massal. Genosida pada rakyat Palestina di kampung-kampung menyebabkan total kematian 150 ribu orang. Pembantaian yang menimbulkan ketakutan, rakyat yang tidak berdaya, terpaksa meninggalkan kampung halamannya.
Sebelum tragedi hari Nakba, rakyat Palestina hidup tenang dan damai di 1300 desa di tanah Palestina yang bersejarah. Penganut tiga agama besar hidup berdampingan secara harmonis di kota tua Yerusalem. Namun demi mendirikan negara, Zionis merebut paksa 774 desa dan kota, 531 diantaranya dihancurkan total, rata dengan tanah.
Bagaimana rakyat Palestina setelah 75 tahun?
Kehilangan tanahnya, rakyat Palestina hidup di kamp-kamp pengungsian. Mereka tersebar di banyak tempat, termasuk di negara-negara tetangga. Di Yordania, Suriah, Lebanon, dan bermukim di berbagai negara di dunia, tanpa mengantongi identitas kewarganegaraan. Untuk di dalam Palestina, mereka tinggal di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Mereka hidup berdempet-dempetan. Saat ini, di Jalur Gaza sekitar 5000 jiwa setiap 1 km persegi. Bandingkan dengan Israel, yang setiap 1 km persegi hanya sekitar 391 orang.
Saat ini wilayah Palestina 85% dikuasai Israel dan hanya 15 % yang disisakan untuk rakyat Palestina. Itupun Israel dengan tanpa beban masih terus melakukan aneksasi, ratusan pemukiman ilegal untuk Yahudi dibangun di Tepi Barat. Sumber daya air bagaimana? Israel menguasai sepenuhnya sumber air terbarukan di Palestina. Karena diblokade, Jalur Gaza tidak mendapat akses air bersih yang layak. PBB menyebut, Jalur Gaza adalah wilayah tidak layak huni. Terus bagaimana rakyat Palestina mendapat kebutuhan air bersih? Mereka harus beli dari Israel.
Baca Juga : Anggota Sidang Kelompok Munich Kecam Agresi Militer Israel ke Gaza
Bagaimana dengan Israel setelah 75 tahun berdiri di tanah-tanah yang ditinggalkan pemiliknya?
Dengan Amerika Serikat sebagai kontributor utama, Israel tumbuh sebagai rezim termaju di Asia Barat Daya. Dengan gelontoran dana besar dari AS untuk anggaran militer, Israel memiliki angkatan perang yang diklaim salah satu terkuat di dunia. Israel bahkan dipercaya mengembangkan senjata nuklir. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) diketahui mengembangkan sistem pertahanan paling efektif sedunia. Wilayah udara Israel dilindungi kubah besi (iron dome). Sistem pertahanan udara inilah yang melindungi warga Israel dari serangan roket yang dilontarkan pejuang HAMAS dari wilayah perbatasan.
Dengan kondisi yang timpang ini, sangat tidak tepat menyebut yang terjadi di Palestina adalah konflik. Sebab konflik adalah perseteruan dua pihak yang memiliki kekuatan berimbang. Sementara Palestina dengan Israel tidak ada imbang-imbangnya. Yang ada complang. Yang ada bangsa yang ditindas dan dibunuh seenaknya oleh entitas yang lebih superior. Yang ada bangsa yang dirampas tanah dan kekayaannya, lalu kemudian dijadikan pengungsi. Dengan kembali pada kejadian 1948, maka yang sebenarnya terjadi di tanah Palestina adalah penjajahan. Tanah yang dirampas paksa melalui teror, pembunuhan dan pengusiran lalu di atasnya didirikan negara apa namanya kalau bukan penjajahan?. Karena keterjajahan inilah rakyat Palestina tidak pernah berhenti melakukan gerakan perlawanan. Paling minimal menimpuki tentara Israel dengan batu. Karena itu, pemerintah dan rakyat Indonesia terus memberikan dukungannya pada Palestina. Sebab telah menjadi amanah konsitusi, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.
Juga ada yang melakukan pembelaan dan pembenaran melalui kajian historis sampai kembali ke 2500 SM. Yang dengan pengkajian kitab-kitab suci tiga agama, mereka berkesimpulan, Israel punya hak atas Yerusalem. Terus, jika Israel punya hak atas Yerusalem, apa juga punya hak menghabisi rakyat Palestina yang tinggal di kampung-kampung bersejarah di wilayah Palestina di luar Yerusalem?. Israel yang mengklaim diri berdiri sebagai negara, bukan hanya dibangun di atas Yerusalem, tapi diatas 531 desa dan kota milik rakyat Palestina yang telah dihancurkan lebih dulu.
Hentikan perdebatan siapa yang berhak mengklaim atas kepemilikan Yerusalem. Masalah primer bangsa Palestina bukan klaim atas Alquds. Ada jutaan warga dunia di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang telah menderita, termasuk diaspora Palestina yang bermukim di kamp-kamp pengungsian di banyak negara. Benar yang dikatakan Ulil Abshar Abdallah, cendekiawan NU bahwa masalah Palestina sama sekali tidak kompleks. “Yang mencoba merumit-rumitkan masalah ini, sebenarnya ingin mengaburkan masalah pokok di sana, yaitu masalah keadilan dan penjajahan. Masalah Palestina adalah sesederhana masalah Belanda datang dan menjajah Indonesia,” Sebutnya.
Baca Juga : Satu Tahun Penembakan Shireen Abu Akleh, Apa Kabar Pengusutan Kasusnya?
Dunia selama ini jadi begitu sibuk hanya untuk eksistensi Israel. Membangun negara untuk orang-orang Yahudi yang berpencar-pencar dengan cara membuat penduduk asli di sebuah wilayah menjadi pengungsi dan tidak punya negara. Bolehkah begitu?.
Oleh: Ismail Amin